Sebuah Petanda Cinta Yang Di Abai Kan Selama Ini Oleh Semua Orang
Seorang pria muda tampak berdiri termanggu di hadapan cermin yang menempel di dinding tembok kamar. Triad, demikan nama pemuda itu. Dia tampak rapih sekali dengan celana jeans kecoklatan dan setelan jas abu-abu melapisi kaos biru tanpa ke arah. Sepasang sepatu kulit warna kecoklatan dipilihnya untuk menunjang penampilannya yang walaupun tidak terlampau formal namun tidak juga terlampau casual. Wangi parfum dengan aroma segar khas lelaki menambah kemaskulinnannya di sore yang cerah ini.
“Hidupku pasti akan berubah, hidupku pasti akan lebih berwarna sore ini!” Kata pria itu dengan optimisme yang tinggi.
Baca Juga : Perawan Ku Diambil Adiku Sendiri Saat Aku Tidur
Baca Juga : 7 Fakta dan cerita unik tentang Bercinta
Sore ini memang akan menjadi waktu yang paling bersejarah bagi Triad. Sore ini begitu pentingnya di mata pemuda lajang ini. Sore ini menjadi sore yang paling istimewa sepanjang hidupnya. Mungkin karena faktor inilah, Triad mendadak berubah menjadi pria yang fashionable. Dia ingin penampilannya terkesan berbeda dari penampilan sebelumnya. Sayang karena pengetahuannya di bidang mode adalah nol besar, membuatnya kesulitan untuk mendapatkan penampilan terbaik. Beruntung pilihannya yang secara acak itu tidaklah terlalu buruk. Penampilan busananya masih lumayan sedap dipandang.
Sebuah kotak mungil yang berisi cincin berlian diambilnya dari dalam laci lemarinya. Dibukanya kotak itu, diamatinya cincin berlian yang berkilau. Triad tersenyum, sepertinya ia sedang membayangkan hal-hal indah yang bakal ia temui nanti.
“Karin, aku sudah tak sabar lagi melihat cicin ini berada di jari manismu” Kata Triad berkhayal seorang diri.
“Hampir sepuluh tahun aku menunggu peristiwa ini, dan kau akan segera kumiliki” Kembali dia berkata dalam khayalannya sambil memandangi cicin berlian itu. Cincin berlian ini sepertinya memang sengaja dipersiapkan sebagai Tanda Cinta dari Triad untuk seseorang yang paling spesial dalam hidupnya.
Kenangan indah Triad tiba-tiba saja muncul kembali dalam pikirannya. Ya, Karina, perempuan yang telah lama menjadikan dirinya narapidana cinta. Karina jugalah yang membuat dirinya seperti orang yang kehilangan rasionalitas karena terjebak oleh indahnya asmara. Namun Karina jugalah yang membuatnya sempat kehilangan semangat hidup. Karin jugalah yang membuat hidupnya menjadi hampa. Karina memang sempat menoreh luka dalam hati Triad, namun Karina juga yang membuat hidupnya bisa bahagia.
Karina dan Triad sebenarnya adalah dua orang sahabat akrab sejak kecil. Secara kebetulan mereka selalu bersama sejak duduk di bangku sekolah dasar, SMP dan SMA.
Persahabatan mereka berdua yang terbina sejak kecil menjadi sedikit terganggu dengan perubahan sikap Triad terhadap Karina. Seiring dengan usianya yang semakin tumbuh menjadi remaja, benih-benih cinta mulai muncul pada diri Triad.
Cinta yang terpaksa hanya dipendamnya selama bertahun-tahun karena perbedaan status sosial yang lebar antara dirinya dengan Karina. Triad menyadari Karina bakal berpikir ulang untuk menerima cintanya dengan kondisinya saat itu, dan ia pun tak mau persahabatannya terganggu gara-gara hal ini.
Bermodal kecerdasan dan ketekunan yang ia miliki, Triad berhasil memperoleh beasiswa untuk sekolah di luar negeri. Berbekal beasiswa ini Triad bertekad untuk mengubah status sosialnya ke tingkat yang lebih baik dengan belajar dengan sebaik-baiknya di negeri orang.
Masih terbayang di benak Triad, bagaimana karina memuji habis dirinya atas keberhasilannya merebut satu tiket beasiswa yang diperolehnya melalui persaingan yang sangat ketat dan melelahkan.
“Kayaknya sih… begitu kamu meraih beachelor dari Monash University, kamu pasti memilih tinggal dan bekerja di luar. Kamu pasti melupakanku karena kamu terlalu sibuk dengan teman-temanmu yang bule-bule cantik itu. Kalau itu terjadi aku akan membencimu seumur hidupku!” Kata Karina kepada Triad sebelum berangkat pergi dulu.
Kata-kata Karina itu membuat Triad menjadi gede rumasa. Triad merasa ada harapan untuk mendapatkan Karina. Triad mengira Karina diam-diam menaruh perasaan juga padanya, apalagi Karina menjadi orang yang paling senang, dan paling sering memujinya atas keberhasilan meraih beasiswa keluar. Triad bertekad untuk belajar dengan sebaik-baiknya agar ia bisa lulus dan meraih gelar sarjana dari salah satu universitas bergengsi di dunia itu.
“Aku pasti akan kembali untuk mendapatkanmu Karin,” Tekad Triad setelah menginjakan kaki dinegeri tempat Universitas itu berada.
Triad yang hanya butuh waktu tiga tahun untuk menyelesaikan study di Monash University, pulang ke tanah air dengan penuh kepercayaan diri. Keluarga dan tetangganya sangat senang dan bangga akan keberhasilan Triad meraih gelar akademik dari salah satu universitas terbaik di dunia itu. Masa depan cerah sudah pasti akan menyambutnya. Begitu banyak ucapan selamat maupun pujian mengalir kepadanya, namun bagi Triad segala pujian yang datang bertubi-tubi itu tak terlalu membuat dirinya bahagia. Hanya satu ucapan selamat dari Karina lah yang bisa membuat dia serasa melayang di angkasa.
“Triad, ada surat yang datang dari Karina!” Suara ibu Triad memanggil anaknya yang masih terlelap tidur di pagi itu.
Begitu nama Karina di sebut ibunya, Triad seketika itu juga meloncat dari ranjang tidurnya untuk berlari menyongsong surat yang datang dari Karina itu.
Diambilnya surat itu, diamatinya tulisan yang tertera di sampul surat berwarna putih itu.
“Ini memang tulisan Karin, ” Kata Triad dalam hati. Triad sangat hapal akan bentuk dan gaya tulisan Karina.
“Tapi sejak kapan Karin suka mengirim surat padaku?”
Triad merasa janggal akan surat ini. Karina sama sekali belum pernah berkirim surat padanya selama ini. Apalagi di era internet seperti sekarang ini, komunikasi semuanya dilakukan dengan elektronik seperti eMail, media sosial, ataupun BBM. Mengapa Karina kali ini mengirim surat, membuatnya menjadi tanda tanya besar.
Dibukanya sampul surat itu. Selembar kertas putih yang bertulisan tangan yang memang berasal dari Karina ia baca dengan seksama. Tampak wajah Triad begitu sumringah ketika membaca kalimat awal dari surat itu, namun mendadak wajahnya menjadi pucat setelah bagian tengah dari isi surat itu ia baca. Mendadak Triad meremas-remas surat itu dan melemparkannya dengan penuh kekesalan begitu seluruh isi surat selesai dibacanya. Ia pun terduduk lemas di kursi.
Surat itu rupanya berisi ucapan selamat atas keberhasilan Triad menyelesaikan study di luar. Namun yang membuat Triad lemas dan tak bertenaga lagi adalah permintaan Karina agar Triad hadir di acara pernikahannya dengan seorang pria pilihan orang tuannya itu.
Hancur hati triad setelah membaca keseluruhan isi surat itu. Triad sama sekali tak mengira Karina akan menikah mendadak. Selama dirinya menempuh study di luar, Karina selalu menjalin kontak dengan dirinya baik melalui internet maupun telepon. Dari komunikasi ini, Triad bisa memantau kondisi Karina yang ia tahu masih belum menerima kehadiran seorang pria di sisinya. Berita pernikahan Karina benar-benar membuat Triad shock. Sia-sialah usaha keras Triad untuk menyelesaikan study di luar negeri agar dirinya mempunya modal untuk melamar Karina.
Waktu terus berjalan, Triad yang cerdas berhasil kembali mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan study di luar. Gelar Ph. D berhasil ia raih dengan baik. Dengan keberhasilan meraih gelar ini dipastikan karirnya akan semakin mengkilap setiba di tanah air kelak. Namun semua keberhasilannya itu terasa hampa, luka di hatinya belum jua terobati. Rasanya belum ada seorang wanita pun yang mampu mengganti peran Karina di dalam hatinya.
“Karin kini statusnya adalah janda tanpa anak, dia baru saja bercerai dengan suaminya setahun yang lalu,” Kata Wenda sahabat Karina ketika bertemu dengan Triad di sebuah mal.
“Dia sekarang tinggal bersama orang tuanya kembali, di rumahnya yang dulu” Kata Wenda melanjutkan.
Sebuah kabar mengejutkan yang sangat membahagiakan hati Triad, laksana mendapatkan durian runtuh. Triad segera bergegas ke rumah Karina, menemui pujaan hatinya itu yang kini kembali berstatus wanita single meski seorang janda.
“Kemana saja kamu selama ini? tak datang di hari pernikahanku dulu, tak mau mengontakku lagi, dan tak memberitahukan dimana dirimu berada. Kamu sepertinya sudah melupakanku lagi, mentang-mentang sudah menjadi orang sukses” Karina berkata pada Triad dengan penuh kekecewaan.
Triad merasa memang ia bersalah, meski itu terpaksa dilakukannya karena ia ingin secepatnya bisa melupakan Karina. Harapan yang hilang itu kini kembali muncul. Wanita pujaan hatinya itu ternyata benar telah bercerai dengan suaminya. Triad tak peduli apakah Karina seorang janda tanpa anak atau dengan segudang anak. Baginya yang penting karina sekarang adalah wanita berstatus bebas tanpa ikatan.
Sore itu Triad yang begitu optimis akan mendapatkan cinta Karina, melangkah keluar rumah barunya yang asri menuju kendaraan SUV hitam miliknya. Penuh percaya diri ia keluar dari kendaraannya begitu sampai di halaman rumah Karina. Tombol bel rumah Karina sengaja ia tekan, tak berapa lama seorang wanita paruh baya muncul dari pintu depan rumah mewah itu dan menyambutnya dengan hangat dan ramah.
“Triad, lama sekali kamu tidak kemari, bagaimana kabarmu?” Kata wanita itu yang rupanya ibu dari Karina.
“Saya baik-baik saja, bu. Apa Karin ada disini?”
“Tentu saja ada, kebetulan kami sedang makan sore bersama, ayo kamu sekalian bareng makan bersama Karin!”
Triad segera masuk ke dalam rumah itu langsung menuju rumah makan. Tampak Karina sedang bersantap siang bersama ayahnya.
“Oh.. Triad, lama kamu tidak kemari, ayo! sekalian kita makan bersama-sama, ” Kata ayah Karina yang sama baiknya dengan istrinya, mengajak Triad untuk makan bersama di meja makan itu.
“Om dengar kamu kini sudah bergelar Ph.d, wah… hebat ya!” Kata ayah Karina memuji.
“Kata Karin prestasi akademiknya Cum Laude” Ujar ibu Karina menimpali pujian suaminya pada Triad.
“Meraih prestasi akademik Cum Laude didalam negeri saja bukan hal yang mudah, apalagi ini di luar negeri, dua jempol untukmu!” Kembali ayah Karina memuji Triad.
Triad tentu saja senang bukan kepalang disanjung oleh orang tua Karina. Hidungnya entah terbang kemana mendapat sanjungan yang bertubi-tubi dari kedua orang tua kekasihnya itu. Rasanya semakin mulus saja rencana besar Triad sore ini. Ada Karina di sisinya yang begitu akrabnya melayani makan sore Triad bak seorang istri saja, ada ayah dan ibu Karina yang tak henti-hentinya memuji-muji Triad, dan suasana yang santai dan penuh keakraban di meja makan sore ini.
“Inilah saatnya aku mulai beraksi!” Kata Triad dalam hati setelah acara makan sorenya selesai.
Triad kini hanya berdua saja di ruang tengah bersama Karina. Ditatapnya wajah wanita pujaannya itu, benar-benar wajah yang terlalu indah untuk sekedar dihapus dalam ingatannya.
“Kenapa sih menatapku seperti itu, belum pernah lihat muka cantik, Ya!” Canda Karina.
Triad hanya tersenyum, tangannya meraih kotak mungil di dalam sakunya. Triad sudah memantapkan hatinya untuk segera menyampaikan isi hatinya sekaligus melamar Karina saat ini juga. Kotak mungil yang berisi cincin berlian sebagai tanda cinta itu diperlihatkannya pada Karina.
“Apa itu?” Karina bertanya karena merasa agak janggal dengan apa yang dilakukan Triad ini. Belum juga Triad menjawab pertanyaan Karina, tiba-tiba saja terdengar bel rumah berbunyi.
Karina segera beranjak dari tempat duduknya menuju ke pintu depan. Triad agak kesal juga dengan bunyi bel itu yang mengganggu rencana besarnya. Triad menghela nafasnya panjang-panjang, ia berusaha untuk menyabarkan dirinya sendiri.
Sepasang suami-istri paruh baya tampak di pintu depan rumah Karina. Karina tampak mengenal baik kedua tamunya, begitu bertemu langsung diciumnya jemari tangan kanan suami-istri itu. Terlihat sekali Karina begitu hormat pada mereka. Tak lama kemudian datanglah kedua orang tua Karina, mereka saling berpelukan penuh keakraban. Selanjutnya mereka semua terlibat dalam suatu pembicaraan di ruang tamu.
Cukup lama juga Karina turut dalam perbincangan di ruang tamu. Triad yang sendirian saja di ruang tengah mulai merasa resah juga, sejumlah pertanyaan muncul di benaknya, mengapa Karina sampai mengacuhkan dirinya sindirian di ruang tengah, sepenting apakah pembicaraan antar orang tua itu sampai Karina duduk manis disana, dan mengapa Karina begitu menghormati suami-istri itu.
Akhirnya Karina kembali ke ruang tengah menemui Triad yang seperti cacing kepanasan karena terlalu lama menunggu. Tangan Triad masih menggenggam kotak mungil yang rencananya akan diberikan sebagai tanda cinta pada Karina.
“Aduh… maaf ya, terpaksa saya tinggal dulu” Kata Karina yang sepertinya mengerti telah membuat Triad kesal menunggu.
“Siapa mereka itu?”
“Mereka adalah bekas mertuaku dulu”
“Maaf, bukankah kamu telah bercerai dengan suamimu, jadi boleh dibilang kamu sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi dengan mereka. Tetapi aku lihat kamu dan orang tuamu ngobrol bareng mereka, seperti masih ada hubungan keluarga saja”
“Ya… Kami tadi ngobrol untuk membicarakan penyatuan kembali tali ikatan keluarga antara keluargaku dengan keluarga suamiku dulu, yang sudah putus setahun yang lalu”
“Maksudmu…?” Tanya Triad yang langsung gelisah dengan pernyataan Karina tadi.
“Mereka dan juga kedua orangtuaku mendesak agar aku kembali rujuk dengan suamiku dulu. Dan aku… setuju!” Karina berkata begitu saja tanpa pernah terpikir bahwa perkataannya itu benar-benar menghancurkan hati sahabat dekatnya, Triad.
Triad langsung lemas setelah mendengar penjelasan Karina. Wajahnya mendadak pucat, dia sangat shock sekali. Harapan setinggi langit yang sebelumnya ada, kini hilang dengan begitu saja, dan pergi entah kemana.
Sekonyong-konyong pria yang baru saja kembali mendapatkan serangan patah hati itu berdiri, dan langsung melangkah ke pintu depan rumah dengan cepatnya setengah berlari. Kotak mungil yang digenggamnya itu terlepas dan jatuh ke bawah, tapi ia sama sekali tak memperdulikannya. Kotak berisi tanda cinta itu dibiarkan tergeletak di atas lantai, dan ditinggalkannya begitu saja.
“Triad! kenapa kamu ini, mengapa kamu pergi begitu saja?” Tanya Karina yang bingung melihat sahabatnya itu pergi begitu saja meninggalkan dirinya.
“Triad! Tolong jelaskan padaku, kenapa kamu ini!” Kembali Karina bertanya sambil mengejar Triad ke luar.
Karina hanya berdiri saja di teras rumahnya begitu dilihatnya Triad sudah berada di dalam mobilnya. Hanya dalam sekejap SUV hitam yang dikemudikan Triad sudah berlalu dari pandangan matanya. Karina kembali masuk ke dalam rumahnya dengan sejumlah kebingungan besar akan sahabatnya itu, sepertinya Triad sangat kecewa dan marah padanya. Dia sama sekali tidak mengerti, kesalahan apa yang dilakukannya tadi sehingga Triad berubah menjadi seperti itu.
Langkah Karina terhenti ketika menemukan sebuah kotak mungil yang tergeletak di atas lantai ruang tengah.
“Ini kan, kotak milik Triad yang tadi dia tunjukan padaku” Gumannya sambil memungutnya.
Dibukanya kotak itu. Karina tertegun melihat sebuah cincin berlian dengan kilauannya yang begitu indah. Sejenak ia terdiam, seperti sedang memikirkan apa hubungannya antara cincin ini, dirinya, dan Triad. Kemudian terdengar Karina berkata lirih:
“Oh, Triad, mengapa tidak sejak dulu kau lakukan ini”
Pemuda iseng yang sedang mengisi hari-harinya yang semakin banyak saja waktu luangnya (bilang aja nganggur Bro… hehehe) dengan sebuah Mahakarya (Ops.. Maharani maksudnya) tulisan yang maunya sih… mempesona pembaca sehingga betah berlama-lama duduk di depan komputer (Maksudnya, orang ini biang penyebab penyakit wasir).
Penulis sangat produktif dalam menghasilkan karya-karya bergenre non fiksi, seperti nulis di warung makan, nulis di penggadaian, nulis di tukang kredit panci, dan nulis di rentenir (hik. hik. hik… setan kredit ngaku sastrawan).
Kali ini penulis berkesempatan menulis di media online Cerpenmu, jadi harapan penulis, seperti juga harapan penulis besar dan legendaris lainnya macam Mark Twain, Pramoedya ananta toer, Victor Hugo dll, (pede abis nih orang kagak bisa nyamain mahakarya ame maha stensilan) agar mahakarya tulisan saya bisa dinikmati pembaca setia Cerpenmu, atau paling tidak bisa menarik para sineas besar negeri ini untuk memindahkannya ke layar tancep. (yang mau muntah dipersilahkan)
No comments:
Post a Comment