Legitnya Vagina Siska Yang Rapet
Pengalamanku saat bermain berempat dengan Siska dan keponakannya, Hanif membuat Fajar penasaran. Agaknya ia mendengar dari Siska bagaimana Hanif dan aku bermain begitu rupa, hingga ia yang pernah juga main dengan Hanif dan Siska, suatu ketika meminta istrinya untuk mengajak Hanif dan aku bermalam di rumah mereka. Karena Hanif mau ujian semester selama dua minggu, kami tidak mengusiknya. Kesempatan kami untuk bertemu terjadi pada suatu malam minggu setelah Hanif selesai ujian.
Siska dan Fajar menyiapkan jamuan makan mewah, sebab masakan yang dipesan dari salah satu restoran mahal di bilangan Jakarta ini. Dengan mengenakan celana panjang coklat tua dan kaos berleher berwarna coklat muda, aku tiba di rumah mereka pukul 18 dan melihat Hanif telah ada di sana. Fajar mengenakan celana panjang hitam dan hem biru muda bertangan pendek.
Siska mengenakan gaun warna biru muda, seperti warna hem suaminya, agak ketat membungkus tubuhnya yang seksi, gaun itu tergantung di pundaknya pada dua utas tali, sehingga memperlihatkan sebagian payudaranya.
Baca Juga : Perawan Ku Diambil Adiku Sendiri Saat Aku Tidur
Baca Juga : 7 Fakta dan cerita unik tentang Bercinta
Hanif tak ubahnya seorang putri, memakai gaun berwarna merah muda, ketat menampilkan lekuk-lekuk tubuhnya yang menggairahkan, juga dengan belahan dada agak rendah dengan potongan setengah lingkaran. Keduanya seolah-olah ingin menunjukkan keindahan payudaranya di depanku dan Fajar untuk menyatakan payudara siapa yang paling indah. Payudara kedua perempuan itu memang tidak terlalu besar, tetapi cukup merangsang buatku.
Milik Siska lebih kecil sedikit daripada milik Hanif. Hal itu sudah kubuktikan sendiri ketika mencoba menelan payudara keduanya. Payudara Hanif masih tersisa lebih banyak daripada payudara Siska, waktu kuisap sebanyak-banyaknya ke dalam mulutku.
Kami berempat duduk di ruang makan menikmati jamuan yang disediakan tuan rumah. Hidangan penutup dan buah-buahan segar membuat kami sangat menikmati jamuan tersebut.
Dari ruang makan, kami beranjak ke ruang keluarga. Siska menyetel musik klasik, sedangkan Fajar mengambil minuman bagi kami, ia menuangkan tequila buat Siska dan Hanif, sedangkan untuknya dan aku, masing-masing segelas anggur Prancis, agak keras kurasa alkoholnya.
Rona merah membayang pada wajah mereka bertiga, dan kupikir demikian juga denganku, akibat pengaruh minuman yang kami teguk. Percakapan kami yang semula ringan-ringan di seputar kerja dan kuliah Hanif makin beralih pada hal-hal erotis, apalagi waktu Siska melihat ke arahku dan berkata,
“Wah, pengaruh anggur Prancis sudah membangunkan makhluk hidup di paha Agus. Lihat nggak tuh Nif?” Hanif menengok ke bagian bawah tubuhku dan membandingkan dengan Fajar, “Lho, yang satu ini pun sudah mulai bangkit dari kubur, hi… hi….hi…”
Hanif yang duduk di dekatku menyenderkan kepalanya pada bahu kananku. Siska mengajak suaminya berdiri dan berdansa mengikuti irama lagu The Blue Danube-nya Strauss. Entah pernah kursus atau karena pernah di luar negeri, mereka berdua benar-benar ahli melakukan dansa.
Setelah lagu tersebut berlalu, terdengar alunan Liebestraum. Fajar melepaskan pelukannya pada pinggang Siska dan mendekati Hanif, lalu dengan gaya seorang pangeran, meminta kesediaan Hanif menggantikan Siska menemaninya melantai, sementara Siska mendekatiku.
Aku yang tak begitu pandai berdansa menolak dan menarik tangan Siska agar duduk di sampingku memandang suaminya berdansa dengan keponakannya. Rupanya Hanif pun tidak jelek berdansa, meskipun tak sebagus Tantenya, ia mampu mengimbangi gerakan Fajar.
Saat alunan lagu begitu syahdu, mereka berdua saling merapatkan tubuh, sehingga dada Fajar menekan payudara Hanif. Di tengah-tengah alunan lagu, wajah Fajar mendekati telinga Hanif dan dengan bibirnya, ia mengelus-elus rambut di samping telinga Hanif dan dengan kedua bibirnya sesekali cuping telinga Hanif ia belai.
Tatapan Hanif semakin sayu mendapati dirinya dipeluk Fajar sambil dimesrai begitu. Lalu bibir Fajar turun ke dagu Hanif, menciumi lehernya. Kami dengar desahan Hanif keluar dari bibirnya yang separuh terbuka.
Lalu ia dengan masih berada pada pelukan Fajar di pinggangnya, mengarahkan ciuman pada bibir Fajar. Mereka berpagutan sambil berpelukan erat, kedua tangan Fajar melingkari pinggul Hanif, sedangkan kedua tangan Hanif memeluk leher Fajar. Permainan lidah mereka pun turut mewarnai ciuman panas itu.
Fajar lalu membuka gaun Hanif hingga terbuka dan melewati kedua pundaknya jatuh ke lantai. Kini Hanif hanya mengenakan kutang dan celana dalam berwarna merah muda. Tangan Hanif ikut membalas gerakan Fajar dan membuka hemnya, kemudian kulihat jari-jarinya bergerak ke pinggang Fajar membukai ikat pinggang dan risleting celana Fajar.
Maka terlepaslah celana Fajar, ia hanya tinggal memakai celana dalam. Lalu jari-jari Hanif bergerak ke belakang tubuhnya, membuka tali kutangnya, hingga menyembullah keluar kedua payudaranya yang hanifl. Keduanya masih saling berpelukan, melantai dengan terus berciuman.
Namun tangan keduanya tidak lagi tinggal diam, melainkan saling meraba, mengelus; bahkan tangan Fajar mulai mengelus-elus bagian depan celana dalam Hanif. Hanif mendesah mendapat perlakuan Fajar dan mengelus-elus penis Fajar dari luar celana dalamnya, lalu dengan suatu tarikan, ia melepaskan pembungkus penis tersebut sehingga penis Fajar terpampang jelas memperlihatkan kondisinya yang sudah terangsang.
Fajar mengarahkan penisnya ke vagina Hanif dan melakukan tekanan berulang-ulang hingga Hanif semakin liar menggeliatkan pinggulnya, apalagi ciuman Fajar pada payudaranya semakin ganas, dengan isapan, remasan tangan dan pilinan lidahnya pada putingnya.
Hanif terduduk ke karpet diikuti oleh Fajar yang kemudian meraih tubuh Hanif dan membaringkannya di sofa panjang. Dengan jari-jari membuka celah-celah celana dalam Hanif, mulutnya kemudian menciumi vagina Hanif. Erangan Hanif semakin meninggi berganti dengan rintihan.
“jarr, ayo sayang ….. ooooohhhh …. Yahhh, gitu sayang, adddduhhhh … nikmat sekali ….. aaakkkhhhh …. ”
Setelah beberapa saat mengerjai vagina Hanif, Fajar berlutut dekat Hanif dengan kaki kanan bertelekan di lantai, sedangkan kaki kirinya naik ke atas sofa, ia arahkan penisnya ke vagina Hanif dari celah-celah celana dalam Hanif.
Lalu perlahan-lahan ia masukkan penisnya ke vagina Hanif dan mulai melakukan tekanan, maju mundur, sehingga penisnya masuk keluar vagina Hanif.
Siska yang duduk di sebelah kiriku terangsang melihat Fajar dan Hanif, lalu mencium bibirku. Kubalas ciumannya dengan tak kalah hebat sambil mengusap-usap punggungnya yang terbuka. Siska memegangi kedua rahangku sambil menciumi seluruh wajahku, lidahnya bermain di sana-sini, membuat birahiku semakin naik, apalagi ketika lidahnya turun ke leherku dan dibantu tangannya berusaha membuka kaosku. Kuhentikan gerakannya meskipun ia membantah, “Ayo dong Gus?”
“Tenang sayang …. ” kucium bibirnya sambil menunduk dan dengan tangan kiri menahan lehernya, tangan kananku mengangkat kakinya hingga ia jatuh ke dalam boponganku dan kugendong menuju kamar tidur mereka. Kami tak pedulikan lagi Fajar dan Hanif yang semakin jauh saling merangsang. Kurebahkan tubuhnya di ranjang dan kubuka seluruh pakaianku.
“Cepet banget Gus, udah sampai ke ubun-ubun ya sayang?” tanya menggoda sambil berbaring.
“Udah berapa minggu nich, kangen pada tubuhmu …” jawabku sambil mendekati dirinya.
Kembali kulabuhkan ciuman pada bibirnya sambil jari-jariku mengelus pundaknya yang terbuka sambil membukai kedua tali di pundaknya. Lidahku mencari payudaranya dan mengisap putingnya. Isapan mulutku pada putingnya membuat Siska mengerang dan menggelinjang, apalagi ketika sesekali kugigit lembut daging payudaranya dan putingnya yang indah, yang sudah tegang.
Mungkin karena pengaruh minuman keras dan tontonan yang disajikan Hanif dan Fajar barusan, kami berdua pun semakin liar saling mencium tubuh yang lain satu sama lain. Pakaian kami sudah terlempar kesana kemari.
Ciuman bibir, elusan jari-jari dan bibir, remasan tangan, jilatan lidah menyertai erangan Siska dan aku. Kami berdua seolah-olah berlomba untuk saling memberikan kepuasan kepada yang lain. Apalagi ketika Siska menindih tubuhku dari atas dengan posisi kepala tepat pada pahaku dan mengerjai penisku dengan ganasnya.
Vaginanya yang tepat ada di atas wajahku kuciumi dan kujilati, klitorisnya kukait dengan lidah dan kugunakan bibirku untuk mengisap klitoris yang semakin tegang itu. Setelah tak tahan lagi, Siska segera bangkit lalu menungging di depanku.
Rupanya ia mau minta aku melakukan doggy style posisi yang sangat ia sukai. Dari ruang keluarga, kudengar rintihan Hanif dan erangan Fajar. Mungkin mereka sudah semakin hebat melakukan persetubuhan.
Kuarahkan penisku ke vagina Siska. Kugesek-gesekkan kepala penis hingga ia kembali merintih,
“Guuussss, jangan permainkan aku! Ayo masukin dong, aku nggak tahan lagi, sayaaaanngg!” pintanya.
Penisku mulai masuk sedikit demi sedikit ke dalam vaginanya. Kupegang pinggulnya dan memaju-mundurkan tubuhnya mengikuti alunan penis masuk keluar vaginanya. Sekitar lima menit kulakukan gerakan begitu, ia belum juga orgasme, begitu pula aku. Kemudian kuraba kedua payudaranya yang menggantung indah dari belakang. Kuremas-remas sambil merapatkan dadaku ke punggungnya.
Ia mengerang, mendesah dan merintih. “Ahhhh ….. sshsshh, ouuughhhh, nikmatnyaaaa …… sayangkuuuuu. ….” Mendengar suaranya dan merasakan geliat tubuhnya di bawah tubuhku, membuatku makin terangsang.
Lalu kutarik kedua tangannya ke belakang tubuhnya. Kupegang lengannya dengan sentakan kuat ke arah tubuhku hingga ia mendongakkan kepalanya. Kedua tangannya berusaha menggapai payudaranya dan meremas-remas payudaranya sendiri. Kami berdua kini dalam posisi bertelekan pada lutut masing-masing, agak berlutut, ia tidak lagi menungging, penisku membenam dalam-dalam ke vaginanya.
Rintihan Siska semakin tinggi dan saat kuhentakkan beberapa kali penisku ke dalam vaginanya, ia menjerit, “Aaaaahhhhhh ….. oooooggghhh …..” Penisku terasa diguyur cairan di dalam. Aku tak kuat lagi menahan nafsuku dan menyusul dirinya mencapai puncak kenikmatan.
Ia lalu menelungkup dengan aku menindih punggungnya yang sesekali masih memaju-mundurkan penisku di dalam vaginanya. Keringat bercucuran di tubuh kami, meskipun pendingan kamar itu cukup dingin ketika kami baru masuk tadi.
Kemudian kami berbaring berpelukan, aku menelentang sedangkan Siska merebahkan tubuhnya di atasku. Di ruang sana tak terdengar lagi suara Fajar dan Hanif, mungkin mereka juga sudah orgasme. Tanpa sadar, aku tertidur, juga Siska.
Aku terjaga ketika merasakan ciuman pada bibirku. Kubalas ciuman itu, tetapi aromanya berbeda dengan mulut Siska. Kubuka kelopak mataku, kulihat Hanif masih telanjang membungkuk di atas tubuhku sambil menciumi aku.
Mataku terbuka lebar sambil memagut bibirnya memainkan lidahku di dalam mulutnya, ia membalas perlakuanku hingga lidah kami saling berkaitan. Sedangkan Fajar kulihat mendekati Siska dan menciumi payudara istrinya.
Siska menggeliat dan membalas ciuman dan pelukan suaminya. Tangannya mengarah ke bagian bawah tubuh Fajar meraih penis suaminya yang sudah melembek. Ia rabai dan kocok penis itu, hingga kuperhatikan mulai bangun kembali. Hanif yang semula hanya menciumi bibirku dan memainkan lidahnya, menurunkan ciumannya dan mencari dadaku, di sana putingku diciumi dan digigitnya lembut.
Lama-lama gigitannya berubah semakin buas, hingga membuatku merintih sakit bercampur nikmat, “Kenapa, sayang? Sakit ya?” tanyanya menghentikan permainannya sambil menatapku. Aku menggelengkan kepala dan memegang kepalanya agar kembali meneruskan ulahnya. Lidahnya kembali terjulur dan bermain di putingku bergantian kiri dan kanan.
Setelah itu, ia turunkan ciumannya ke penisku yang masih ada sisa-sisa sperma dan cairan vagina Siska. Ia lumat dan masukkan penisku ke dalam mulutnya. Penis yang sudah lembek itu kembali tegang mendapat perlakuan mulutnya.
Tangannya memegang pangkal penisku melakukan gerakan mengocok. Bibirnya dan lidahnya juga bermain di testisku dan “Uuuuhhhh ….” aku mendesah, sebab kini lidahnya menjilati analku tanpa rasa jijik sedikit pun.
Setelah itu kembali mulutnya bermain di testisku dan memasukkan kedua testis itu bergantian ke dalam mulutnya. Sedotan mulutnya membuat birahiku kembali muncul. Sementara rintihan Siska kembali terdengar. Kuintip mereka, Fajar kini menciumi paha istrinya, sama seperti perbuatan Hanif padaku.
Hanif melihat penisku makin tegang, tetapi kemudian ia melangkah ke bufet kecil di samping ranjang. Tak lama kemudian ia kembali ke ranjang sambil memegang dildo berwarna merah di tangannya. Penis buatan itu memiliki tali yang kemudian ia ikatkan ke pinggangnya sehingga kini Hanif terlihat seperti seorang laki-laki, tetapi memiliki payudara.
Fajar masih terus menciumi paha isterinya ketika Hanif memegang rambut Fajar dan meminta Fajar menciumi payudara isterinya, sedangkan penis buatan sudah ia arahkan ke vagina Siska. Fajar menoleh sekilas ke arah Hanif, tetapi ia tidak menolak dan meremas-remas payudara istrinya sambil menciumi dan memilin putingnya.
Desahan Siska semakin kuat disertai geliat tubuhnya, apalagi saat dildo Hanif mulai memasuki vaginanya yang kembali basah. Hanif kemudian memaju-mundurkan tubuhnya hingga dildo itu masuk keluar vagina Siska.
Siska mengerang dan meracau dengan tatapan mata sayu. Kudekati wajahnya dan kupagut bibirnya sambil turut membelai payudaranya membantu suaminya yang masih terus meremas dan menciumi payudaranya.
Beberapa saat dengan posisi itu, membuat Siska kembali naik birahi. Hanif kemudian membalikkan tubuhnya ke samping sambil memegangi pinggang Siska agar mengikuti gerakannya. Aku membantu gerakannya dan menggeser tubuh Siska hingga kini berada di atas tubuh Hanif dengan dildo Hanif yang tetap menancap pada vagina Siska.
Siska yang ada di atas Hanif kini, menduduki perut Hanif sambil melakukan gerakan seakan-akan sedang menunggang kuda. Desahan Siska semakin kuat sebab dildo itu benar-benar masuk hingga pangkalnya ke dalam vaginanya.
Hanif tidak banyak bergerak, hanya pasif, tetapi jari-jarinya bermain di sela-sela vagina Siska merangsang klitoris Siska. Aku memeluk Siska dari belakang punggungnya, sedangkan Fajar dari arah depan tubuh Siska meremas-remas dan sesekali menciumi dan menjilati payudara Siska.
“Gus, masih ada lubangku yang nganggur, ayo sayangg….. oooohhhh, nikmatnya” desahnya memohon.
Aku menyorong tubuh Siska agar rebah di atas tubuh Hanif, lalu kusentuh lubang analnya. Kubasahi dengan sedikit ludah bercampur cairan vaginanya sendiri. Lalu setelah cukup pelumas, kumasukkan penisku ke dalam analnya.
Kugerakkan penisku maju mundur, sedangkan Siska dan Hanif saling berciuman, dan Fajar meremas-remas payudara kedua perempuan itu bergantian. Rintihan kedua perempuan itu semakin kuat terdengar. Mungkin karena merasa tindihan dua tubuh di atasnya agak berat, Hanif agak megap-megap kulihat, sehingga kuajak mereka berdua melakukan gerakan ke samping. Aku kini berbaring terlentang. Penisku yang tegang dipegangi tangan Siska dan diarahkannya masuk ke dalam analnya sambil merebahkan tubuhnya terlentang di atasku.
Lalu Hanif kembali berada di atas tubuh Siska memasukkan dildo pada pangkal pahanya ke dalam vagina Siska. Gerakan Hanif kini aktif, berganti dengan aku yang pasif pada anal Siska. Tak lama kemudian Siska orgasme disertai rintihan panjangnya.
Kupeluk ia dari bawah, sedangkan bibirnya diciumi oleh Hanif dengan ganasnya. Fajar masih terus meremas-remas payudara kedua perempuan itu. Lalu Hanif mencabut penis buatan dari vagina Siska dan berbaring di sampingku, sementara Fajar meletakkan tubuhnya di samping Hanif sambil memeluk tubuh Hanif dan mencium bibirnya.
Sekitar sepuluh menit kemudian, Siska bangun dari atas tubuhku dan membuka tali yang mengikat dildo pada pinggang Hanif.
Diperlakukan seperti tadi, rupanya membuat Siska juga ingin mencoba apa yang dilakukan oleh Hanif terhadap dirinya. “Mas, Gus, pegangi tangan dan kaki Hanif. Yuk buruan, jangan berikan kesempatan buat dia!” katanya memerintah kami berdua.
Hanif yang masih kecapekan karena mengerjai Siska tadi mencoba meronta-ronta ketika tanganku memegangi kedua tangannya dan mementangkan lebar-lebar, sedangkan Fajar memegangi kedua telapak kakinya sehingga kedua paha dan kakinya terpentang lebar. “Ah, Tante curang, masak pake pasukan mengeroyok ponakannya …” katanya protes.
“Biarin, abis ponakan nakal kayak gini. Masak Tantenya dihabisi kayak tadi?” gurau Siska sambil berlutut di antara kedua paha Hanif. Ia lalu menundukkan wajahnya menciumi dan menjilati vagina Hanif. Hanif benar-benar tidak bisa berkutik, meskipun ia menggeliat-geliat, apalah artinya, sebab tangan dan kakinya dipegangi oleh dua lelaki dengan kuatnya.
Puas menciumi vagina Hanif, Siska mengangkangkan pahanya di luar paha Hanif, lalu menujukan dildo pada pahanya ke dalam vagina Hanif. Setelah dildo tersebut masuk, kedua pahanya bergerak ke arah dalam ke bawah kedua paha Hanif, sehingga kedua paha Hanif semakin rapat mengunci dildo yang sudah masuk dengan mantap ke dalam vaginanya.
Sedangkan di bawah, kedua tungkainya mengunci kedua tungkai Hanif. Kini tanpa dipegangi oleh tangan Fajar pun, kaki Siska sudah mengunci paha dan kaki Hanif dengan ketatnya. Mulut Siska mengarah pada payudara Hanif dan melumat habis kedua payudara keponakannya.
Sedangkan aku, sambil mementangkan kedua tangan Hanif, mencium bibirnya dan memasukkan lidahku ke dalam mulutnya. Sesekali kuangkat wajahku dan berciuman dengan Siska.
Erangan Hanif yang tak menduga serangan Tantenya semakin dahsyat, terdengar semakin berubah menjadi rintihan. Apalagi Tantenya semakin cepat menggerakkan dildo ke dalam vaginanya. Beberapa kali ia malah menghentakkan dalam-dalam dildo tersebut ke vagina Hanif.
Mungkin karena sudah sering melihat bagaimana gerakan penis suaminya atau penisku masuk keluar vaginanya, ia pun tergoda untuk melakukan aksi serupa.
Cuma sekitar lima menit diserang begitu, Hanif tak kuasa lagi bertahan, ia merintih lirih, “Tante Annnnaaaaa, aku dapet ….. aaahhhhhh …… nikmattt …… sssshhhhh .…… ooouuugghhh ….. aaaakkkhhh.”
Siska masih terus merojok vagina Hanif, hingga Hanif memaksaku melepaskan kedua tangannya dan menolakkan tubuh Tantenya, “Tante, udah dong, bisa pecah ntar memiawku!! Ahhh … sadis deh Tante!!” katanya.
Kami tertawa mendengar kalimatnya, sebab tahu mana mungkin pecah vaginanya dengan alat yang mirip penisku dan penis Fajar. Siska merebahkan tubuh di samping Hanif seraya mencium bibir Hanif dengan lembut. Keduanya berciuman agak lama dan kembali berbaring terlentang berdampingan. Aku dan Fajar mengambil tempat di samping mereka berdua.
Setelah itu, Siska memintaku menyetubuhinya dengan posisi ia di atas dan aku berbaring di bawah, kemudian ia minta lagi Hanif untuk memakai penis buatan tadi ke dalam analnya lalu meminta penis suaminya untuk ia lumat habis-habisan. Hanif yang ingin membalas perbuatan Tantenya, tidak menolak.
Dengan cepat diikatkannya tali dildo itu dan menyerang anal Tantenya. Rintihan Siska kembali terdengar di sela-sela lumatan bibir dan mulutnya pada penis suaminya. Fajar masih mau diperlakukan demikian beberapa kali, tetapi mungkin karena tak tahan melihat ada vagina menganggur, ia kemudian mendekati bagian bawah tubuh kami dan kulihat mengusap-usap pantat Hanif.
Lalu ia memasukkan penisnya ke dalam vagina Hanif. Empat tubuh telanjang berkeringat kini saling bertindihan. Fajar paling atas menyetubuhi Hanif, sementara Hanif dengan dildo-nya mengerjai vagina Siska, dan aku paling bawah mengerjai anal Siska dengan penisku yang tegang terus. Sprey ranjang sudah acak-acakan oleh tingkah kami berempat, tapi kami tak peduli lagi pada kerapihan.
Masih dengan napas tersengal-sengal, Hanif membisikkan sesuatu ke telinga Fajar. Fajar yang sudah melepaskan dirinya dari tubuh Hanif, memeluk tubuh istrinya melepaskan analnya dari hunjaman penisku. Hanif kemudian mendekati aku dan berbisik, “Gus, kita kerjai Tante lagi yuk? Sekarang coba masukin penis kalian berdua ke memiawnya, ntar aku bantu dengan dildo pada analnya.”
Wah ide yang unik, pikirku sambil mengangguk. Kemudian kuraih tubuh Siska, “Ada apa sich Gus, aku masih capek sayang!” Tapi penolakannya tak kuhiraukan. Kutarik tubuhnya rebah menelungkup di atas tubuhku sambil menggenggam penis yang kuarahkan pada vaginanya.
Dasar vaginanya masih merekah, dengan mudahnya penisku melesak ke dalam, membuatnya kembali mendesah. Tak lama kemudian, Fajar mendekati kami dan mengarahkan penisnya ke dalam vagina Siska.
Penisku yang masih berada di dalam vagina Siska, bergesekan dengan penis Fajar yang mulai menyeruak masuk keluar ke dalam. Mata Siska yang tadinya sayu mendapat seranganku, membeliak merasakan nikmat akibat dimuati dua penis pada vaginanya. Ia tak kuasa melawan walaupun semula merasa vaginanya begitu padat dimasuki dua penis sekaligus.
Kemudian kulihat Hanif memperbaiki letak dildo yang masih ia kenakan. Lalu dengan hati-hati ia menempatkan dirinya di antar tubuh Fajar dan pantat Siska. Fajar memberikan ruang gerak padanya dengan mencondongkan tubuhnya ke arah belakang dan menahan berat badannya dengan kedua tangannya, sehingga Hanif bebas memasukkan dildo ke dalam anal Siska.
Aku dan Fajar menghentikan gerakan dengan tetap membiarkan kedua penis kami berada di dalam vagina Siska. Begitu dildo Hanif masuk ke dalam analnya, Fajar mulai menggerakkan penisnya lagi, merasakan gerakan itu, aku mengikuti irama mereka berdua.
Rintihan Siska meninggi saat dildo Hanif memasuki analnya bersamaan dengan kedua penis kami. Kututup rintihannya dengan mencium bibir Siska. Ia memagut bibirku dengan kuat, bahkan sempat menggigit bibirku dan mengisap lidahku kuat-kuat.
Mungkin pengaruh desakan dua penis sekaligus pada vaginanya dan penis buatan pada analnya, membuat Siska melayang-layang mencapai puncak kenikmatan yang lain dari biasanya.
Ia tidak lagi mengerang atau mendesah, melainkan merintih-rintih dan bahkan sesekali menjerit kuat.
“Auuuhhh …. Ooooohhhhh …. gila ….. kalian bertiga benar-benar gila! Uuuukhhhh ….. sssshhhhh ….. aakkkkhhhh …..” rintihnya sambil menggeliat-geliatkan tubuhnya menerima serangkan kami bertiga. Pagutan bibirku menutup rintihannya dengan lilitan lidah yang menjulur memasuki rongga mulutnya.
Hanif merapatkan tubuhnya ke punggung Tantenya dan kedua tangannya bergerak meremas-remas kedua payudara Tantenya. Siska merintih menikmati serangan di sekujur tubuhnya terutama pada bagian-bagian vitalnya.
Entah sudah berapa puluh kali penisku dan penis Fajar bergerak masuk keluar vagina Siska dan analnya dirojok dildo Hanif. Sementara kedua tangan Fajar masih menyangga tubuhnya, ia tak bisa berbuat apa-apa walaupun kulihat beberapa kali mencoba meraih punggung Hanif untuk meremas-remas kedua payudaranya dari belakang, tapi posisinya tidak menguntungkan.
Ia kemudian memusatkan pikiran pada gerakan penisnya yang semakin cepat kurasakan bergesekan dengan penisku di dalam vagina Siska yang sudah semakin becek.
Rintihan Siska semakin tinggi berubah menjadi jeritan. Ia memiawik-mekik nikmat, ketika mencapai orgasme. Fajar menyusul menghentakkan penisnya kuat-kuat ke dalam vagina istrinya, tapi kedua tangan Siska menahan pantat suaminya, agar tetap melabuhkan penisnya di dalam vaginanya.
Ia seakan tidak rela penis kami keluar dari vaginanya, meskipun ia sudah orgasme. Tak lama kemudian, suaminya menyerah, mencabut penisnya.
Aku masih bertahan dan meminta Hanif berbaring dengan Tantenya terlentang di atas tubuhnya dan dildo yang dipakainya ia masukkan ke anal Siska, sementara aku menancapkan penisku ke vagina Siska. Meskipun Hanif berada di bawah tubuh Tantenya, tubuh Siska kupegangi agar tidak membebani Hanif. Kuraih pundaknya agar merapat ke tubuhku.
Tangan Siska bermain di kedua payudara Hanif sambil menikmati hunjaman dildo Hanif pada analnya dan penisku pada vaginanya yang barusan sudah mencapai kenikmatan. Fajar berbaring di sisi Hanif sambil membantu Siska membelai dan meremas-remas payudara Hanif dan sesekali mencium bibir Hanif.
Tangan Fajar bermain di bagian bawah tubuh Hanif, rupanya ia mengorek-ngorek vagina Hanif, hingga gadis itu tidak hanya menancapkan dildo ke vagina Tantenya, tetapi juga menaiki anak tangga kepuasan oleh permainan tangan Fajar.
Hanif menggeliat-geliat di bawah dengan dildo*-nya menancap dengan dalam pada vagina Siska, sambil menikmati ulah jari-jari Fajar pada vaginanya. Rintihan Hanif semakin kuat bercampur dengan jeritan Siska yang kuserang habis-habisan dengan gerakan sekuat-kuatnya dan sedalam-dalamnya membenamkan penisku ke dalam vaginanya.
Ia menjerit-jerit seperti waktu penis suaminya bersama penisku masih berada di vaginanya. Penisku kupegangi dan kutekan kanan kiri merambah, mengeksplorasi dinding vaginanya dan menarik tanganku hingga penisku masuk hingga pangkalnya. Jari-jariku mencari klitorisnya dan membelai-belainya sedemikian rupa hingga ia tak berhenti memiawik.
Sekujur tubuh Siska bersimbah peluh dan kuperhatikan ada tetesan air keluar dari matanya turun ke pipi. Rupanya saking nikmatnya multiorgasme yang ia rasakan, tanpa terasa air matanya menetes. Tentu saja air mata bahagia. Kukecup kelopak matanya menciumi air matanya dan bibirku turun ke bibirnya, melakukan kecupan yang liar dan panas.
“Ooooooooogggghhhhhhhh ….. Gussssss ……. Uuuhhh ……. Ssssshhhhh …. Hanifaaaa …… nikmatnyaaaaaahhhhhhh …… Aaaahhhhhh!!!” teriakannya terdengar begitu kuat sambil menekankan vaginanya kuat-kuat ke penisku.
Seperti biasanya kalau ia mencapai orgasme yang luar biasa, air seninya ikut muncrat bersamaan dengan cairan vaginanya. Semprotan cairannya membasahi penisku, sela-sela paha Hanif dan sprey di bawah kami. Mulutnya menolak mulutku dan menggigit pundakku hingga terasa giginya menghunjam agak perih di kulitku.
Dari bawah kulihat Hanif juga semakin kuat menekan dildo ke anal Siska. Hanif pun merintih,
“Tanteeeee ….. aku …. juga dapeetttt nicchhhh ….. oooohhh, jari-jarimu lincah benar Oooommmm …..” pujiannya keluar memuji perbuatan Fajar terhadap dirinya. Fajar mencium bibir Hanif dan mengelus-elus payudaranya.
Terakhir, aku menghentakkan penisku sedalam-dalamnya dan sambil mengerang nikmat, muncratlah spermaku memasuki vagina Siska. Kutarik tubuh Siska berbaring di atas tubuhku yang berbaring terlentang, sedangkan Hanif memeluk Fajar yang menindih tubuhnya sambil terus berciuman dan memasukkan jari-jarinya sedalam-dalamnya ke dalam vagina Hanif yang pahanya sudah merapat satu sama lain dan menjepit jari-jari dan tangan Fajar dengan kuatnya.
Napas Siska, Hanif dan aku yang terengah-engah semakin mereda sambil mencari posisi yang enak untuk berbaring. Kuamati payudara kedua perempuan itu sudah merah di sana-sini, akibat ciuman dan gigitan Fajar, aku dan mereka berdua satu sama lain.
Pundakku yang perih akibat gigitan Siska tadi, diciuminya dengan lembut seraya minta maaf, “Gus, maaf ya, jadi kejam gini sama kamu, abis nggak tau lagi sih mau ngapain. Yah udah, pundakmu jadi sasaran mulut dan gigiku.” Kuelus-elus rambutnya sambil berkata, “Tak apa, sayang. Ntar juga cepat sembuh koq, apalagi sudah kau obati dengan ludahmu.”
Vagina Siska Lebih Legit | Setelah itu, kami berempat terbaring nyenyak setelah beberapa jam main tak henti-hentinya. Kami baru bangun ketika matahari sudah naik tinggi dan jarum jam dinding menunjuk pukul 11.00 WIB. Kami mandi berempat di kamar mandi.
Bathtub yang biasanya hanya dimuati satu atau dua tubuh orang dewasa, kini menampung tubuh kami berempat yang sambil berciuman, menggosok, meraba dan meremas satu sama lain, tetapi karena tenaga kami sudah terkuras habis, kami tak main lagi pagi itu. Namun siangnya, usai makan, Hanif sempat memintaku untuk main lagi dengannya.
Fajar dan Siska, sambil tertawa-tawa dan memberi komentar, hanya menonton keponakan mereka main denganku di karpet ruang keluarga mereka. Hanif seolah tak kenal lelah, tidak cukup hanya meminta vaginanya kukerjai, tetapi juga analnya, baik dengan posisi terlentang dengan kedua kakinya kupentang lebar maupun dengan posisi ia menungging dan kutusuk dari belakang.
Jika kuhitung, ada sekitar tiga kali lagi ia orgasme, sementara aku hanya sekali, tetapi untungnya penisku tetap bisa diajak kompromi untuk terus main melayani permintaannya.
Tepukan tangan Fajar dan Siska memuji kekuatan kami berdua mengakhiri persetubuhan kami berdua, lalu Siska membersihkan penisku yang dilelehi cairan vagina dan anal Hanif serta spermaku, sedangkan Fajar membaringkan tubuh Hanif di sofa panjang dan membersikan vaginanya dengan bibir dan lidahnya. Pelayanan kedua suami istri itu benar-benar luar biasa terhadap keponakannya, Hanif dan aku.
No comments:
Post a Comment