Aturan (Tak) Mustahil Beli Mobil Tanpa DP
Dalam waktu dekat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersiap menerbitkan aturan revisi POJK Nomor 29/POJK.05/2014 mengenai penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan. Di mana substansinya terkait akan dibolehkannya aturan down payment nol persen untuk pembelian kendaraan bermotor.
Dengan aturan tersebut, masyarakat sangat dimungkinkan bisa memiliki kendaraan baru dengan cara kredit tanpa membayar uang muka terlebih dahulu. Regulator keuangan RI ini menyatakan, langkah tersebut sengaja ditempuh sebagai cara menggairahkan industri multifinance --pembiayaan.
"OJK memberi kesempatan ke masing-masing perusahaan pembiayaan untuk mengambil kebijakan dalam menerapkan DP 0 persen. Kebijakan ini juga bergantung pada risk management perusahaan," kata Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK, Riswinandi
Kebijakan ini nantinya berlaku untuk perusahaan pembiayaan yang menjalankan bisnis secara konvensional ataupun berbasis syariah. Di mana syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha yang bisa memberi DP 0 persen antara lain wajib memiliki tingkat non performing finance (NPF) di bawah atau sama dengan satu persen.
Selain itu tingkat keuangan perusahaan juga harus masuk kategori sehat.
Aturan ini pun disambut positif Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Asosiasi agen pemegang merek kendaraan roda empat di Tanah Air itu mengaku rencana itu positif dalam rangka meningkatkan penjualan kendaraan dan peningkatan performa leasing.
"Mudah-mudahan bisa meningkatkan penjualan. Kami dukung, tetapi soal DP kan yang menentukan perusahaan pembiayaan atau leasing. Jadi mereka yang menentukan berdasarkan analisa keuangan calon pembelinya," ujar Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor, Jongkie D. Sugiarto.
Meraba-raba
Walau aturan ini masih belum diketuk, tetapi gaungnya sudah mulai menggema ke mana-mana. Masyarakat langsung memperbincangkannya. Bayangkan, mereka bakal dimudahkan untuk memiliki kendaraan. Apabila dahulu dipatok dana panjar 20-30 persen, kini sama sekali nol.
Baca Juga : Perawan Ku Diambil Adiku Sendiri Saat Aku Tidur
Baca Juga : 7 Fakta dan cerita unik tentang Bercinta
Terkait hal ini multifinance menyatakan masih terus mempelajarinya. Seperti yang diungkapkan Direktur Utama Mandiri Tunas Finance, Arya Suprihadi. Disadari, pada satu sisi rencana tersebut memang dapat menyulut daya beli masyarakat akan kendaraan.
Tetapi di sisi lain, risiko kredit macet juga berpeluang besar. "Ketentuan tersebut tentu memberi kebebasan kepada perusahaan pembiayaan untuk menerapkannya, disesuaikan dengan risk management dan risk appetite masing-masing perusahaan pembiayaan," kata Arya saat berbincang dengan VIVA, Kamis, 23 Agustus 2018.
Sejauh ini pihaknya masih akan fokus untuk pembiayaan dengan DP besar, yakni di atas 20 sampai 25 persen. Karena menurut catatan MTF, pembiayaan di segmen DP tersebut mempunyai kualitas baik dari segi performa pembayaran.
Sementara terkait rencana DP 0 persen yang akan diketuk OJK, masih perlu akan dikaji penerapannya, lantaran menganggap potensi gagal bayar bisa saja menjadi besar.
"Mungkin selektif ke perusahaan tertentu yang menerapkan COP (Car Ownership Program), yang cicilannya dijamin oleh perusahaan tersebut. Tentunya bunga yang diterapkan akan lebih tinggi karena ada faktor risk premium."
Tetap selektif pada konsumen, seperti yang disampaikan leasing MTF memang masuk akal. Walau andai DP nol persen diberlakukan, tetapi ada kriteria khusus yang wajib dibatasi agar jelas, siapa yang benar-benar pantas mendapatkannya.
"Yang penting, waktu seleksi awal dilakukan dengan baik dan sesama, supaya tidak menimbulkan kredit macet. Dilihat latar belakang konsumen juga yang dulu pernah melakukan kredit, bagaimana perjalanannya," kata Ketua Bidang Niaga Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia, Sigit Kumala kepada VIVA.
Kunci utama jika aturan ini diberlakukan, kata Sigit, terletak pada pengawasannya. Karena memang banyak pihak yang mengkhawatirkan banyaknya kredit macet usai aturan ini diketuk tanpa aturan yang jelas.
"Kalau menurut kami, itu baik kebijakannya. Cuma, ya harus sustainable buat industri, jangan sampai cuma beberapa bulan kemudian berhenti."
No comments:
Post a Comment