Cerita Sex Terbaru Promo Baru Di Salon Bisa Ngesex Sambil Keramas – Mumpung hari Sabtu sebagian besar mempunyai waktu yg luang, disitu aku dan temanku berencana untuk menemani aku pergi ke salon rambut karena memang rambut aku sudah cukup panjang dan agak menggangu penampilanku. Kita berjanji ketemu langung disalon pukul 13.00 WIB.
Dengan nada SMS di hp ku ternyata temenku sudah ada di TKP, langsung aku meluncur ketempat salon, ternyata temenku sudah menunggu aku kurang lebiuh 15 menitan, langsung saja aku dan temenku masuk kedalam salon. Suasana yg di dalam salon dan tata ruangnya terlihat normal tdk ada kegiatan yg mencurigakan.
Tapi aku pernah mendengar gossip katanya di salon yg aku kunjungi ini, katanya ada yg bisa diajak bercinta, aku masih penasaran dengan gossip itu. Kemudian aku langsung menuju ke tempat meja reception dan di sana aku mengatakan niat untuk potong rambut. Dikatakan oleh wanita cantik yg duduk di balik meja reception agar aku menunggu sebentar sebab sedang sibuk semua.
Sambil menunggu, aku mencoba untuk melihat-lihat sekitar siapa tahu ada temanku, tapi tdk terlihat ada temanku di antara semua orang tersebut.
Mungkin dia belum datang, pikirku. Kuakui bahwa hampir semua wanita yg bekerja di salon ini cantik-cantik dan putih dengan postur tubuh yg proporsional dan aduhai. Kalau boleh memperkirakan umur mereka, mereka berumur sekitar 20-30 tahun. Aku jadi teringat dengan omongan temanku, Hanni, bahwa mereka bisa diajak kencan. Namun aku sendiri masih ragu sebab salon ini benar-benar seperti salon pada umumnya.
Setelah beberapa menit menunggu, aku ditegur oleh reception bahwa aku sudah dapat potong rambut sambil menunjuk ke salah satu tempat yg kosong. Aku pun menuju ke arah yg ditentukan. Beberapa detik kemudian seorang wanita muda nan cantik menugur sambil memegang rambutku.
“Mas, rambutnya mau dimodel apa?” katanya sambil melihatku lewat cermin dan tetap memegang rambutku yg sudah agak panjang.
“Mmm… dirapi’in aja Mbak!” kataku pendek.
Lalu seperti halnya di tempat cukur rambut pada umumnya, aku pun diberi penutup pada seluruh tubuhku untuk menghindari potongan-potongan rambut. Beberapa menit pertama begitu kaku dan dingin. Aku yg diam saja dan dia sibuk mulai motong rambutku. Sangat tdk enak rasanya dan aku mencoba untuk mencairkan suasana.
“Mbak… udah lama kerja di sini?” tanyaku.
“Kira-kira sudah enam bulan, Mas… ngomong-ngomong situ baru sekali ya potong di sini?” sambungnya sambil tetap memotong rambut.
“Iya… kemarenan saya lewat jalan ini, terus kok ada salon, ya udah dech, saya potong di sini. Ini juga janjian sama temen, tapi mana ya kok belum datang?” jawabku sedikit berbohong.
“Ooo..” jawabnya singkat dan berkesan cuek.
“Hei…” terdengar suara temanku sambil menepuk pundak.
“Eh… elo baru dateng?” tanyaku.
“Iya nih… tadi di bawah jembatan macet, mmm… gue potong dulu yach..” jawabnya sambil berlalu.
Ngobrol punya ngobrol, akhirnya kami dekat, dan belakangan aku tahu Eri namanya, 22 tahun, dia kost di daerah situ juga, dia orang Manado, dia enam bersaudara dan dia anak ketiga. Kami pun sepakat untuk janjian ketemu di luar pada hari Senin. Untuk pembaca ketahui setiap hari Senin, salon ini tutup. Setelah aku selesai, sambil memberikan tips sekedarnya, aku menanyakan apakah ia mau aku ajak makan. Dia menyggupi dan ia menulis pada selembar secarik kertas kecil nomor teleponnya.
Sambil menunggu Hanni, aku ngobrol dengan Eri, aku sempat diperkenalkan oleh beberapa temannya yg bernama Susi, Icha dan Yana. Ketiganya cantik-cantik tapi Eri tdk kalah cantik dengan mereka baik itu parasnya juga tubuhnya. Susi, ia berambut agak panjang dan pada beberapa bagian rambutnya dicat kuning. Icha, ia agak pendek, tatapannya agak misterius, dadanya sebesar Eri namun karena postur tubuhnya yg agak pendek sehingga payudaranya membuat ngiler semua mata laki-laki untuk menikmatinya. Sedangkan Yana, ia tampak sangat merawat tubuhnya, ia begitu mempesona, lingkar pinggangnya yg sangat ideal dengan tinggi badannya, pantatnya dan dadanya-pun sangat proporsional.
Akhirnya kami ketemu pada hari Senin dan di tempat yg sudah disepakati. Setelah makan siang, kami nonton bioskop, filmnya Jennifer Lopez, The Cell. Wah, cakep sekali ini orang, batinku mengagumi kecantikan Eri yg waktu itu mengenakan kaos ketat berwarna biru muda ditambah dengan rompi yg dikancingkan dan dipadu dengan celana jeans ketat serta sandal yg tebal. Kami serius mengikuti alur film itu, hingga akhirnya semua penonton dikagetkan oleh suatu adegan. Eri tampak kaget, terlihat dari bergetarnya tubuh dia. Entah ada setan apa, secara reflek aku memegang tangan kanannya. Lama sekali aku memegang tangannya dengan sesekali meremasnya dan ia diam saja.
Singkat cerita aku mengantarkan dia pulang ke kostnya, di tengah jalan Eri memohon kepadaku untuk tdk langsung pulang tapi putar-putar dulu. Kukabulkan permintaannya karena aku sendiri sedang bebas, dan kuputuskan untuk naik tol dan putar-putar kota Jakarta. Sambil menikmati musik, kami saling berdiam diri, hingga akhirnya Eri mengatakan,
“Mmm… Bram, aku mau ngomong sesuatu sama kamu, memang semua ini terlalu cepat, Bram… aku suka sama kamu…” katanya pelan tapi pasti.
Seperti disambar petir mendengar kata-katanya, dan secara reflek aku menengok ke kiri melihat dia, tampaknya dia serius dengan apa yg barusan ia katakan. Dia menatap tajam.
“Apa kamu sudah yakin dengan omonganmu yg barusan, Tel?” tanyaku sambil kembali konsentrasi ke jalan.
“Aku nggak tau kenapa bahwa aku merasa kamu nggak kayak laki-laki yg pernah aku kenal, kamu baik, dan kayaknya perhatian and care. Aku nggak mau kalo setalah aku pulang ini, kita nggak bisa ketemu lagi, Bram. Aku nggak mau kehilangan kamu,” jawabnya panjang lebar.
“Mmm… kalo aku boleh jujur sich, aku juga suka sama kamu, Tel… tapi kamu mau khan kalo kita nggak pacaran dulu?” tegasku.
“Ok, kalo itu mau kamu, mmm… boleh nggak aku ’sun’ kamu, bukti bahwa aku nggak main-main sama omonganku yg barusan?” tanyanya.
Wah rasanya seperti mau mati, jantungku mau copot, nafas jadi sesak. Edan ini anak, seperti benar-benar! Sekali lagi, aku menengok ke kiri melihat wajahnya yg bulat dengan bola mata yg berwarna coklat, dia menatapku tajam dan serius sekali.
“Sekarang?” tanyaku sambil menatap matanya, dan dia menganguk pelan.
“OK, kamu boleh ’sun’ aku,” jawabku sambil kembali ke jalanan.
Beberapa detik kemudian dia beranjak dari tempat duduknya dan mengambil posisi untuk memberi sebuah “sun” di pipi kiriku. Diberilah sebuah ciuman di pipi kiriku sambil memeluk. Lama sekali ia mencium dan ditempelkannya payudaranya di lengan kiriku. Ooh, empuk sekali, mantap!Payudaranya yg cukup menantang itu sedang menekan lengan kiriku. Edan, enak sekali, aku jadi terangsang nih. Secara otomatis penisku pun mengeras. Dengan pelan sekali, Eri berbisik,
“Bram, aku suka sama kamu,” dan ia kembali mencium pipiku dan tetap menekan payudaranya pada lengan kiriku.
Konsentrasiku buyar, sepertinya aku benar-benar sudah terangsang dengan perlakuan Eri, dan beberapa kendaraan yg melaluiku melihat ke arahku menembus kaca filmku yg hanya 50%.
“Kamu terangsang ya, Bram?” tanyanya pelan dan agak lirih.
Aku tdk menjawab. Tangan kirinya mulai mengelus-elus badanku dan mengarah ke bawah. Aku sudah benar-benar terangsang. Sekali lagi Eri berbisik,
“Bram, aku tau kamu terangsang, boleh nggak aku lihat punyamu? punya kamu besar yach!” aku mengangguk.
Dibukalah celana panjangku dengan tangan kirinya, seperti ia agak kesulitan pada saat ingin membuka ikat pinggangku sebab dia hanya menggunakan satu tangan. Aku bantu dia membuka ikat pinggang setelah itu aku kembali memegang setir mobil. baca cerita sex lainya di seksigo.com
Dielus-elus penisku yg sudah keras dari luar. Tdk lama kemudian ditelusupkan telapak kirinya ke dalam dan digenggamlah kemaluanku.
“Ooh…” desahku pelan.
Sedikit demi sedikit wajahnya bergerak. Pertama, ia cium bibirku dari sebelah kiri lalu turun ke bawah. Ia cium leherku, dan ia sempat berhenti di bagian dadaku, mungkin ia menikmati aroma parfum BULGARI-ku. Ia makin turun dan turun ke bawah. Beberapa kali Eri melakukan gerakan mengocok kemaluanku. Pertama-tama dijilatinya pangkal penisku lalu merambat naik ke atas. Ujung lidahnya kini berada pada bagian biji kejantananku. Salah satu tangannya menyelinap di antara belahan pantatku, menyentuh anusku, dan merabanya.
Eri melanjutkan perjalanan lidahnya, naik semakin ke atas, perlahan-lahan. Setiap gerakan nyaris dalam beberapa detik, teramat perlahan. Melewati bagian tengah, naik lagi. Ke bagian leher batangku. Kedua tanganku tak kusadari sudah mencengkeram setir mobil. Ujung lidahnya naik lebih ke atas lagi. Pelan-pelan setiap jilatannya kurasakan bagaikan kenikmatan yg tak pernah usai, begitu nikmat, begitu perlahan. Setiap kali kutundukkan wajahku melihat apa yg dilakukannya setiap kali itu pula kulihat Eri masih tetap menjilati kemaluanku dengan penuh nafsu.
Sesaat Eri kulihat melepaskan tangannya dari kemaluanku, ia menyibakkan rambutnya ke samping tiga jarinya kembali menarik bagian bawah penisku dengan sedikit memiringkan kepalanya. Eri kemudian mulai menurunkan wajahnya mendekati kepala kejantananku. Ia mulai merekahkan kedua bibirnya, dengan berhati-hati ia memasukkan kepala kemaluanku ke dalam mulutnya tanpa tersentuh sedikitpun oleh giginya.
Kemudian bergerak perlahan-lahan semakin jauh hingga di bagian tengah penisku. Saat itulah kurasakan kepala kejantananku menyentuh bagian lidahnya. Tubuhku bergetar sesaat dan terdengar suara khas dari mulut Eri. Kedua bibirnya sesaat kemudian merapat. Kurasakan kehangatan yg luar biasa nikmatnya mengguyur sekujur tubuhku. Perlahan-lahan kemudian kepala Eri mulai naik.
Bersamaan dengan itu pula kurasakan tangannya menarik turun bagian bawah batang tubuh kejantananku hingga ketika bibir dan lidahnya mencapai di bagian kepala, kurasakan bagian kepala itu semakin sensitif. Begitu sensitifnya hingga bisa kurasakan kenikmatan hisapan dan jilatan Eri begitu merasuk dan menggelitik seluruh urat-urat syaraf yg ada di sana. Kuraba punggungnya dengan tangan kiriku, kuelus dengan lembut lalu mengarah ke bawah. Kudapatkan payudara debelah kanan. Kubuka telapak tanganku mengikuti bentuk payudaranya yg bulat. Kuremas dengan lembut. Kubuka satu persatu kancing rompinya, dan kembali aku membuka tepak tangan mengikuti bentuk payudaranya.
Sambil tetap mengulum, tangan kanannya bergerak menyentuh tanganku, ia tarik baju ketatnya dari selipan celana panjangnya. Dipegangnya tanganku dan diarahkannya ke dalam. Di balik baju ketatnya, aku meremas-remas payudaranya yg masih terbungkus BH. Kuremas satu persatu payudaranya sambil mendesah menikmati kuluman pada kemaluanku.
Kuremas agak kuat dan Eri pun berhenti mengulum sekian detik lamanya. Kuelus-elus kulit dadanya yg agak menyembul dari BH-nya dengan sesekali menyelipkan salah satu jariku di antara payudaranya yg kenyal.
“Agh…” desahku menikmati kuluman Eri yg makin cepat. Aku turunkan BH-nya yg menutupi payudara sebelah kanan, aku dapat meraih putingnya yg sudah mengeras. Kupilin dengan lembut.
“Ooh… esst…” desahnya melepas kuluman dan terdengar suara akibat melepaskan bibirnya dari kemaluanku.
Menjilat, menghisap, naik turun. Ia begitu menikmatinya. Begitu seterusnya berulang-ulang. Aku tak mampu lagi melihat ke bawah. Tubuhku semakin lama semakin melengkung ke belakang kepalaku sudah terdongak ke atas. Kupejamkan mataku. Eri begitu luar biasa melkukanya. Tak sekalipun kurasakan giginya menyentuh kulit kejantananku. Gila, belum pernah aku dihisap seperti ini, pikirku. Pikiranku sudah melayg-layg jauh entah ke mana.
Tak kusadari lagi sekelilingku oleh gelombang kenikmatan yg mendera seluruh urat syaraf di tubuhku yg semakin tinggi. Aku berhenti sejenak meraba payudaranya. Kutengok ke bawah, tangan kanannya menggenggam dengan erat persis di bagian leher penisku, dan ia terlihat tersenyum kepadaku.
“Kamu luar biasa, Tel,” bisikku sambil menggeleng-gelengkan kepala terkagum-kagum oleh kehebatannya.
Eri tersenyum manis dan berkesan manja.
“Eh, bisa keluar aku kalo kamu kayak gini terus,” bisikku lagi merasakan genggaman tangannya yg tak kunjung mengendur pada kemaluanku. Eri tersenyum.
“Kalo kamu udah nggak pengen keluar, keluarin aja, nggak usah ditahan-tahan,” jawabnya dan setelah itu menjulurkan lidahnya keluar dan mengenai ujung penisku.
Rupanya ia mengerti aku sedang berjuang untuk menahan ejakulasiku.
“Aaghhh…” desahku agak keras menahan rasa ngilu.
Bukan kepalang nikmat yg kurasakan, tubuhnya bergerak tdk karuan, seiring dengan gerakan kepalanya yg naik turun, kedua tangannya tak henti-henti meraba dadaku, terkadang ia memilin kedua puting susuku dengan jarinya, terkadang ia melepaskan kuluman untuk mengambil nafas sejenak lalu melanjutkanya lagi. Semakin lama gerakannya makin cepat. Aku sudah berusaha semaksimal untuk menahan ejakulasi. Kualihkan perhatianku dari payudaranya. Aku meraba ke arah bawah. Kubuka kancing celananya.
Agak lama kucoba membuka dan akhirnya terlepas juga. Pelan-pelan kuselipkan tangan kiriku di balik celana dalamnya. Aku dapat rasakan rambut kemaluannya tipis. Mungkin dipelihara, pikirku dalam hati. Kuteruskan agak ke bawah. Eri mengubah posisinya. Tadinya ia yg hanya bersangga pada satu sisi pantatnya saja, sekarang ia renggangkan kedua kakinya. Dengan mudah aku dapat menyentuh kemaluannya. Beberapa saat telunjukku bermain-main di bagian atas kemaluannya. Aku naik-turunkan jari telunjukku.
Ugh, nikmat sekali nih rasanya, pikirku. Sesekali kumasukkan telunjukku ke dalam lubang kemaluannya. Aku jelajahi setiap milimeter ruangan di dalam kemaluan Eri. Aku temukan sebuah kelentit di dalamnya. Kumainkan klitoris itu dengan telunjukku. Ugh, pegal juga rasanya tangan kiriku. Sejenak kukeluarkan jariku dari dalam. Lalu aku menikmati setiap kuluman Eri. Rasanya sudah beberapa tetes spermaku keluar. Aku benar-benar dibuat mabuk kepayg olehnya.
Kembali kumasukkan jariku, kali ini dua jari, jari telunjuk dan jari tengahku. Pada saat aku memasukkan kedua jariku, Eri tampak melengkuh dan mendesah pelan. Semakin lama semakin cepat aku mengeluar-masukkan kedua jariku di lubang kemaluannya dan Eri beberapa menghentikan kuluman pada penisku sambil tetap memegang penisku.
Entah sudah berapa orang yg melihat kegiatan kami terutama para supir atau kenek truk yg kami lewati, namun aku tdk peduli. Kenikmatan yg kurasakan saat itu benar-benar membiusku sehingga aku sudah melupakan segala sesuatu. Kembali Eri menjilat, menghisap dan mengulum penisku dan entah sudah berapa lama kami melakukan ini. Kutundukkan kepalaku untuk melihat yg sedang dikerjakan Eri pada kemaluanku.
Kali ini Eri melakukan dengan penuh kelembutan, ia julurkan lidahnya hingga mengenai ujung kepala kemaluanku lagi. Ia memutar-mutarkan lidahnya tepat di ujung lubang kemaluanku. Sungguh dashyat kenikmatan yg kurasakan. Beberapa kali tubuhku bergetar namun ia tetap pada sikapnya. Sesekali ia masukkan semua penisku di dalam mulutnya dan ia mainkan lidahnya di dalam.
“Ooh.. Tel… enakk…” desahku sambil melepaskan tangan kiriku dari lubang kemaluannya. Kupegang kepalanya mengikuti gerakan naik turun.
“Eri, aku sudah nggak tahannn…” kataku agak lirih menahan ejakulasi. Namun gerakan Eri makin cepat dan beberapa kali ia buka matanya namun tetap mengulum dan terdengar suara-suara dari dalam mulutnya.
“Aaaagghhh…” desahku keras diiringi dengan keluarnya sperma dari dalam penisku di dalam mulutnya.
Keadaan mobil kami saat itu sedikit tersentak oleh pijakan kaki kananku. Aku menikmati setiap sperma yg keluar dari dalam kemaluanku hingga akhirnya habis. Eri tetap menjilati kemaluanku dengan lidahnya. Dapat kurasakan lidahnya menyapu seluruh bagian kepala kemaluanku. Ugh, nikmat sekali rasanya.
Setelah membersihkan seluruh spermaku dengan lidahnya, Eri bergerak ke atas. Kulihat dia, tampak ada beberapa spermaku menempel di sebelah kanan bibirnya dan pipi kirinya. Aku mulai bergerak memperbaiki posisi dudukku, perlahan-lahan. Sambil tetap digenggamnya penisku yg sudah lemas, Eri beranjak ke atas melumat bibirku, masih terasa spermaku. Sekian detik kami bercumbu dan aku memejamkan mata. Akhirnya ia merapikan posisinya, ia duduk dan merapikan pakaiannya. Aku pun merapikan pakaianku sekedarnya. Aku kenakan celana panjangku namun tdk kumasukkan kemejaku.
Beberapa hari setelah itu, aku main ke kost Eri dan pada saat itu pula kami mengikat tali kasih. Awal bulan Maret lalu Eri kembali dari Manado setelah 2 minggu ia berada di sana dan ia tdk kembali lagi bekerja di salon itu. Sekarang kami hidup bersama di sebuah tempat di daerah Grogol, sekarang ia diterima sebagai operator di salah satu perusahaan penyedia jasa komunikasi handphone.
Sedangkan aku tetap sebagai animator yg bekerja di sebuah perusahaan di daerah Kedoya tapi aku harus meninggalkan kostku. Setelah kami hidup seatap, Eri mengakui padaku bahwa selama 6 bulan ia bekerja di salon itu, ia pernah melayani pelangganya dan ia mengatakan bahwa semua pekerja yg bekerja di salon itu juga pekerja seks. Eri tdk mengetahui bagaimana asal mulanya. Eri sendiri tdk tahu apakah salon merupakan sebuah kedok atau seks adalah sebuah tambahan.
Dia mengatakan bahwa untuk mengajak keluar salah satu karyawati di situ, seseorang harus membayar di muka sebesar Rp 500.000. Rasanya Jakarta hanya milik kami berdua, tiap malam setelah mandi sepulang dari kerja atau setelah makan malam, kami melakukan hubungan seks. Entah sampai kapan semua ini akan berakhir dan entah kapan kami akan resmi menikah.
No comments:
Post a Comment