Cerita Dewasa Cewek Digangbang Geng Motor
Malam itu penuh dengan asap motor, suara bising knalpot racing pun berdengung kencang. Nampak segerombolan pemuda-pemudi sedang berkumpul di jalan raya yang sepi. Mereka nampak seperti berandalan, beberapa anak muda bergaya punk berteriak, “Ayo-ayo, kumpulkan”, sambil menunjukkan sebuah ember untuk meminta uang dari penonton. Ya, itu adalah balap liar, dua joki sudah bersiap-siap, motor mereka sedang diperiksa oleh mekanik masing-masing peserta.
“Gue harap lu tepati janji lu”, kata seorang joki yang masih mengenakan helm fullface. “Hahaha, lu kayak ga kenal Heru saja”, jawab joki satunya lagi sambil menepuk dadanya. Dua joki tersebut terkenal hebat, mereka sudah sering memenangkan balap liar. Walaupun rival sejati, namun mereka tetap saling berkomunikasi, walaupun kadang-kadang mereka tidak sedikit melakukan kecurangan agar memenangkan pertandingan.
Joki yang bernama Heru sudah menaiki motornya, digasnya untuk mengetahui langsamnya apakah sudah cocok. Motor bebek yang jelas merupakan merk Suzuki type Satria FU itu sudah dimodifiasi sekian rupa hingga nampak jelas motor alay dengan warna-warni stabilo di sekeliling bodi.
Joki satunya lagi mendekati motornya juga, serupa, motor mereka hampir sama, karena mereka sedang mengadu di kelas 150cc. “Seifer, kamu bisa!”, teriak seorang gadis cantik di sisi jalan menyoraki joki satunya agar lebih semangat. Joki yang dikenal dengan nama Seifer itu mengacungkan jari jempol, tandanya dia telah siap menang.
Gadis itu cantik sekali, ia menyoraki joki itu penuh semangat, dengan senyum yang manis ia berharap joki itu bisa memenangkan pertandingan. “Kita pasti menang Nis”, kata seorang pria meyakinkan gadis itu sambil merangkul pundaknya. Pria itu adalah Denis, salah satu mekanik andalan Seifer. Sedangkan gadis yang nampak seperti pacar Seifer itu bernama Annissa Chairum, namun lebih dikenal Ninis. Gadis itu adalah anggota geng motor Seifer, tugasnya sehari-hari hanyalah memberi semangat kepada anggota.
Kisah Ninis terlalu panjang untuk diceritakan, pengalaman pahitnya setelah mengenal Seifer sangatlah suram. Namun keterlibatannya kini sudah sangat mendalam, ia tidak bisa pergi lagi dari dunia gelap ini. Ia hanya berharap Seifer bisa bersamanya, tidak menyakitinya dan bisa benar-benar menjadi pacarnya.
‘BRMMMMM BRMMM BRRRMMMMMM’ suara berisik knalpot racing semakin kencang, kedua joki sudah mulai mecacu motor mereka, gas kencang dilakukan ke dua joki tersebut. Jalanan masih lurus, Seifer memegang kendali, ia mendahului Heru, walaupun selisih tidak jauh. Ninis terus berharap Seifer bisa memenangi pertandingan, karena ia tahu taruhan mereka cukup besar, Seifer yang kehabisan dana mempertaruhkan segalanya, Ninis tahu kalau mereka bisa memenangkan pertandingan ini maka mereka akan memperoleh uang sepuluh juta Rupiah.
Memasuki tikungan yang sedikit tajam, Heru menunjukkan kemampuannya, ia menyelip dengan beraninya menyusuli Seifer, seperti kemampuan Valentino Rossi, Heru cukup cekatan mengambil resiko di tikungan. “Sial”, gumam Seifer dalam hati, ia sudah disusul cukup jauh oleh Heru karena kalah di tikungan.
Beberapa lap sudah berlalu, Heru sementara di posisi terdepan. Namun di lap terakhir Seifer pun menunjukkan kekuatannya, dengan gas penuh di jalanan lurus ia mencoba mengadu nasib, resiko terpental atau semacamnya, ia menyusul Heru tepat hingga mereka sejajar, Seifer memang hebat di jalan lurus. Heru tahu ia hampir disusuli, ia juga mempacu gas nya hingga mereka mendekati garis finish, di ujung sana sudah menunggu teman-teman mereka dan para penonton yang menyoraki mereka.
“Fuck!!!!”, teriak Seifer yang tiba-tiba karena entah kenapa motornya melambat dan mesinnya mati, “Sial!!!”, teriak Seifer cepat-cepat menstarter motornya namun tidak mau nyala, didorongnya dengan sekuat tenaga untuk membantu nyala mesin pun percuma. Beberapa teman Seifer berlarian ke arah Seifer untuk membantu menyalakan motor, namun semua sia-sia karena jarak terlalu dekat unutk Heru menjadi juara.
Didorongnya motor Seifer hingga jatuh, “Motor sialan!!!”, teriak Seifer kesal mengetahui Heru sudah mencapai garis finish. Ia pun harus menerima kemenangan Heru, apa yang ia harapkan pun sirna. Sambil tertunduk malu ia berjalan meninggalkan motornya menuju garis finish. Harapan mendapat uang sepuluh juta sudah sirna, helm yang ia pakai pun dibuangnya, hanya teman-teman setianya saja yang bantu mendorongkan motor dan memungut kembali helmnya.
“Sabar mas”, Ninis mencoba menenangkan Seifer. “Hahaha, malam ini lu harus tepati janji lu”, teriak Heru. Seifer pun coba bersikap jantan, ia menyalami Heru sambil mengucapkan selamat. Lalu ia meninggalkan Ninis di sana mencoba berkompromi dengan teman-temannya yang lain.
“Apa?! Kamu mempertaruhkan Ninis?”, tanya Andre. “Sstttt…”, Seifer menenangkan teman-teman mereka. “Jangan sampai ketahuan Ninis, gue terpaksa melakukannya”, kata Seifer. Mereka berkompromi jauh dari gerombolan yang sedang merayakan kemenangannya, Ninis pun tidak sadar, ia di sana sedang menonton geng Heru yang sedang berpesta menebar bir. “Gue terpaksa”, kata Seifer. Teman-temannya hanya geleng-geleng. “Jadi kita bakal kehilangan Ninis?”, tanya Budi. “Gue juga masih pengen ngentot sama Ninis”, sambung temannya lagi yang bernama Musa.
Ninis selama ini hanya menjadi pemuas nafsu geng motor Seifer, dan tidak diketahui oleh siapapun, bahkan Heru rivalnya tahu bahwa Ninis adalah kekasih Seifer. “Sorry bro, gue juga ga nyangka motor yang gue kerjakan selama ini bisa mengecewakan”, kata Denis. “Mau gimana lagi?”, kata Seifer menenangkan. “Kita butuh duit itu, kita sudah kehabisan dana, dan aku tak mungkin ada dana lagi untuk taruhan”, lanjut Seifer.
“Nyesal gue selama ini ga puas-puasin ngentot Ninis”, kata Kautsar sambil geleng-geleng. “Tapi kalian tenang saja, taruhan gue buat Ninis Cuma seminggu, minggu depan Ninis bakal dibalikin sama Heru”, kata Seifer kemudian disambut gembira oleh teman-temannya yang lain.
Dua hari yang lalu, malam sekitar pukul sebelas, terjadilah transaksi antara Heru dan Seifer, mereka bersepakat mengadakan pertandingan balap. Kala itu sebenarnya Seifer hanya ingin meminjam uang. “Tolonglah bro, Cuma delapan juta”, kata Seifer. “Bukan ga mau bro, tapi duit gue masih mau gue pakai buat beli spare part”, kata Heru.
“Gini aja, kita balapan gimana?”, tawar Seifer karena ia yakin akan menang, spekulasinya cukup jauh, ia tahu Heru juga sedang butuh sparepart baru maka ia kira Heru sedang mengalami cedera di motornya. “Uang sih gue ga masalah bro, tapi ke depan gue mau pesen spare part”, lanjut Heru yang kurang yakin dengan gagasan Seifer. “Tolong lah bro”, Seifer memelas. “Tapi apa lu punya duit taruhan kalau gue yang menang?”, tanya Heru. Seifer pun menunduk malu, dana nya sudah habis, ia hanya berharap menang tanpa memikirkan bagaimana resikonya kalau ia kalah.
“Lu cari pinjaman tempat lain saja bro, gue tak bisa bantu”, kata Heru. “Please bro, cuma lu harapan gue, lu bilang aja butuh apa?”, tanya Seifer. “Gue pertaruhkan motor kesayangan gue aja kalau lu mau”, lanjut Seifer. “Hahahaha”, ketawa Heru, “Motor gue dah bejibun bro, gue ga mau nambah-nambah lagi”, lanjutnya. Seifer nampak sedih, ia bingung harus bagaimana lagi, “Oke lah bro, kamek pamit”, kata Seifer meninggalkan tempat ngumpul mereka yang hanya berdua, kursi panjang di bawah pohon dekat taman tempat mereka berjanji bertemuan.
“Tunggu bro!”, teriak Heru agar Seifer tidak meninggalkan tempat itu. Seifer senag karena mengira akan mendapat kabar baik, mungkin Heru sudah memikirkannya. “Gini saja bro, gue tambah taruhan jadi sepuluh juta, lu kan perlu delapan juta saja kan?”, tanya Heru. “Iya bro, apa bisa?”, tanya Seifer meyakinkan. “Lu mau ga menjadikan pacar cantik lu jadi taruhan?”, tanya Heru dengan senyum sedikit licik. “Ninis?”, tanya Seifer. “Iya, pacar lu tuh yang cantik menggoda”, Heru menegaskan.
“Hmmm…”, Seifer berpura-pura berpikir sejenak, padahal di pikirannya ia sudah bisa menyetujuinya. “Bego”, gumamnya dalam hati, “Ninis itu bukan pacar gue, dia Cuma perek buat geng kami”, gumamnya kegirangan mendapat angin segar. Spekulasinya tidak beresiko tinggi, ia hanya harus berfokus menang untuk mendapatkan uangnya, dan walaupun kalah ia tidak akan kerugian apapun.
“Gimana? Deal?”, tanya Heru menegaskan taruhan mereka. “Gimana dengan pacar lu si Mila?”, tanya Seifer pura-pura menampakkan mereka serius dalam berpacaran. “Ssttt, jangan sampai Mila tahu dong”, kata Heru. “Hmm, tapi lu harus janji ya perlakukan Ninis dengan baik”, kata Seifer. “Tenang aja bro, gue akan jaga pacar lu”, kata Heru senang mendapatkan taruhan. “Seminggu saja cukup”, kata Heru. Mereka pun kemudian berjabat tangan dan mengucap “Deal”.
Seusai pertandingan, Seifer pun mengajak teman-temannya bubaran, ia hanya mencari cara untuk memberitahu Ninis karena Ninis tidak tahu ia dipertaruhkan. “Yuk pulang”, ajak Ninis mendekati gerombolan tadi yang sedang berdiskusi. “Nis, bisa bantu ga?”, tanya Heru. “Iya mas?”, tanya Ninis. “Teman-teman pada sibuk nih, lu bisa ga ikut Heru?
Entar gue susul, gue mau ambil duit dulu sama Denis, takut entar Heru pikir gue kabur”, Seifer mencoba meyakinkan. “Tapi mas, Ninis masa sendirian?”, tanya Ninis. “Atau kalau Ninis tak mau ikut Heru, entar Ninis tunggu di sini saja, mas ambil duit dulu”, Seifer meyakinkan. Ninis sambil melihat ke arah geng motor Heru yang sedang berpesta kemenangan, lalu sedikit terpaksa mengiyakan, “Ninis tunggu di sini saja deh”, kata Ninis.
Ninis pun berjongkok di pinggir jalan, ditinggalkan Seifer dan teman-temannya. Risau ia menunggu, hanya sambil memandangi gerombolan yang sedang merayakan kemenangan di sana.
Sudah cukup lama, Seifer tidak pula kembali, Ninis sedikit khawatir, ia selalu melihat arlojinya. Beberapa gerombolan yang merayakan kemenangan pun sudah pada bubar, sisa beberapa pria yang bukan lain adalah teman-teman Heru. Mereka sudah menunggu untuk membawa Ninis, sekitar tujuh orang teman-teman Heru di sana. Para penonton sudah membubarkan diri, hanya sisa-sisa sampah yang berserakan, di temani cahaya rembulan di jalanan yang sepi itu mereka mulai melirik ke arah Ninis yang sendirian jongkok menunggu kedatangan Seifer.
“Ayo ikut”, ajak Heru yang sudah berjalan mendekati Ninis. “Ga mas, saya lagi tunggu Seifer…”, kata Ninis memandang ke ujung jalan yang masih gelap tanpa terlihat tanda-tanda kendaraan lewat. “Loh, kok masih ditunggu?”, tanya Heru. “Ninis ga tahu Seifer ga bakalan balik lagi?”, tanya Heru. Ninis bangkit dari jongkoknya merasa heran dengan perkataan Heru.
“Seifer pergi ambil duit mas buat bayar mas”, kata Ninis. “Hahahaha”, Heru tertawa terbahak-bahak, lalu teman-temannya ikut mendekat sambil tertawa. “Ninis ga tahu apa yang dipertaruhkan Seifer? Tega benar pacar Ninis”, ejek Heru. Ninis kebingungan dan mulai curiga, ia geleng-geleng sambil bilang, “Tunggu Seifer kembali ya mas”, jawabnya sedikit lugu.
“Sudah bro, jangan lama-lama lagi”, potong teman-temannya tak sabar untuk membawa pulang Ninis. Heru pun mencoba menjelaskan kepada Ninis, “Nis, Seifer sudah ga bakalan datang menjemputmu, ia sudah tak ada uang, ia menjualmu kepada kami sebagai barang taruhan”, kata Heru. Ninis tidak percaya, “Tidak mungkin…”, kata Ninis sambil memegangi mulutnya dan kemudian matanya mulai menangis. “Tidak, Seifer pasti kembali!”, kata Ninis yang menolak karena tangannya ditarik Heru.
“Sialan nih cewek”, kata Heru kesal karena Ninis tidak mau ikut, dengan terpaksa ia pun menggunakan tindakan yang lebih keras. “Arghhhh”, Ninis kesakitan ketika Heru meninjukan bogemnya ke arah perutnya hingga pingsan. Dengan terpaksa, Ninis dibawa Heru meninggalkan tempat balapan, ia dibonceng bertanjal tiga, dengan seorang pria mengapit dari arah belakang.
Tujuan mereka adalah pondok di mana tempat mereka sering berkumpul dan mengutak-atik motor mereka. Heru dan kawan-kawan sudah kegirangan mendapatkan pacar Seifer dari hasil taruhan pertandingan balap, tidak sia-sia mereka memodifikasi motor mereka dan mengucurkan duit yang cukup banyak untuk sebuah kemenangan.
“Yuk kita rayakan kemenangan kita”, sorak Heru kegirangan setelah sampai di mabes mereka. Ninis dibopong masuk lalu ditidurkan ke ranjang yang biasa mereka gunakan untuk beristirahat. Rumah yang berantakan itu adalah kepunyaan Heru yang selama ini dipakai untuk berkumpul membongkar motor. Teras yang penuh dengan oli belepotan dan kaleng-kaleng entah apa, di kamar pun penuh dengan puntung rokok nampak rumah yang tidak terawat. Ninis masih belum sadar, ia terbaring di kasur berbahan kapas, Heru dan teman-temannya sudah tidak sabar menyetubuhi Ninis.
“Sorry bro, gue duluan ya”, kata Heru yang menandakan dia adalah ketua di geng mereka. Teman-temannya mempersilahkan sambil ikut membuka baju menunggu giliran.
Heru sudah bugil, ia mendekati Ninis lalu memploroti pakaian Ninis. Beberapa gerakan kasar menelanjangi Ninis membuat Ninis terbangun, “Apa-apaan ini!”, teriak Ninis membenarkan pakaiannya yang hampir terbuka oleh Heru. “Kalian mau apa?!”, teriak Ninis lagi karena takut melihat Heru dan teman-temannya sudah telanjang bulat di hadapannya.
Walaupun hanya diterangi lampu pijar, namun nampak jelas penis Heru dan teman-temannya sudah mengaceng. Ninis menangis ketakutan, “Tolong lepaskan aku”, ia memohon, “Biarkan aku bertemu Seifer”, kata Ninis. “Cewek bego!”, teriak Heru lalu menampar pipi Ninis, “Lu itu sudah jadi milik kami sekarang, Seifer ga bakal nyariin lu lagi”, kata Heru.
“Bro, ambilin hape gue, biar dia tahu kalau dia itu sudah dijual Seifer”, perintah Heru ke temannya. Ia lalu menelpon Seifer dengan menghidupkan loudspeaker, “Hallo bro, malam ini gue bakal perlakukan Ninis selayaknya pacar gue”, kata Heru, lalu Seifer pun menjawab, “Tolong jaga baik-baik bro”. Ninis menangis karena mendengar suara Seifer, kata-kata Seifer telah menyakiti hati Ninis. “MAS…”, teriak Ninis sambil menangis.
“Bro, pacar lu nih dari tadi nangis terus, tenangkan dong”, pinta Heru di telepon lalu ia memberikan handphone-nya itu pada Ninis. “Mas, jemput Ninis dong”, Ninis ketakutan sambil menangis menelepon Seifer. “Ninis tolong ikut Heru ya, ga lama, entar mas jemput”, kata Seifer lalu segera mematikan sambungan, ‘TUT TUT TUT TUT…’ Ninis semakin menangis karena Seifer tidak memperdulikanya.
“Sudahlah, mungkin Seifer sudah bosan denganmu…”, kata Heru mendekati Ninis sambil perlahan kembali melucuti baju Ninis. “Di sini masih banyak cowok bujangan…”, kata Heru. “Tuh, si Boneng masih belum punya pacar”, sambil menunjuk kawannya yang bergigi tongos. Si Boneng tersenyum dengan gigi yang hitam dan tongos itu, ia elus penisnya sendiri yang sudah mengaceng sedari tadi sambil menyapa, “Hai Ninis”. Ninis ketakutan, ia tahu bahwa ia bakal diperkosa secara bergiliran di sana, ia coba melawan, ia bangkit dan ingin melarikan diri.
“Mau kemana lu? Lu sudah jadi milik kami”, teriak Heru sambil mendorongnya jatuh kembali ke kasurnya. “Tolong jangan sakiti saya”, Ninis memelas. “Tenang, selama kamu tidak melawan, kami akan perlakukan dengan baik kok”, kata Heru. Ninis pun tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya terus menangis sambil membiarkan Heru melucuti pakaiannya. Bokep Barat
“Hmmm, indah banget badanmu Nis”, puji Heru setelah berhasil membugili Ninis. “Sayang saja pacarmu tak setia”, ejek Heru lalu memeluk Ninis. Ninis tak melawan, ia tahu bahwa ia tidak bisa melarikan diri, dengan terpaksa ia harus melayani Heru dan teman-temannya malam ini.
Dengan terpaksa ia melayani Heru, membalas ciuman di bibirnya, membiarkan Heru dengan leluasa meremas-remas buah dadanya. Heru sangat senang mendapati gadis milik Seifer yang akan melayaninya malam ini, Heru merasa berhasil telah mempercundangi Seifer. “Ninis cantik… Ninis harum”, puji Heru menciumi Ninis sambil membelai rambutnya. “Ninis sudah berapa kali bercinta sama Seifer?”, tanya Heru dengan bisik-bisik di telinga Ninis. Ninis tidak berani menjawab, ia tahu ia bukan pacar Seifer, ia hanya dimanfaatkan oleh Seifer.
Heru tidak memperdulikan Ninis, jawab atau tidak, sudah berapa kali disetubuhi Seifer, tetap saja Heru tidak peduli, ia hanya memikirkan keadaan sekarang, bisa memiliki gadis muda nan cantik menjadi buah pikirannya malam ini. Heru mulai menekan Ninis ke kasur, ia mulai menyedoti susu Ninis yang tidak begitu besar itu, Ninis sedikit berontak karena merasa geli. Heru tidak memperdulikannya, susu Ninis disedoti bergantian kiri dan kanan, sesekali juga diremas Heru.
Puas menikmati buah dada Ninis, Heru pun kemudian mulai bergerilya, ia turun hingga ke selangkangan Ninis, dijilatinya vagina Ninis semakin membuat Ninis kegelian. Lidah Heru menyelusuri lubang vagina Ninis. Ninis mencoba berontak karena geli, namun Heru menahan paha Ninis dengan kuat membuat Ninis tak berkutik sama sekali. “Geeelllliiiiiiiiiii……..”, desah Ninis menahan rasa geli karena klitorisnya dipermainkan oleh lidah Heru.
Beberapa saat setelah puas memainkan lidah di vagina Ninis, Heru pun mulai dengan permainan jari. Ia mulai menusukkan jarinya ke lubang vagina Ninis. “Ah…”, desah Ninis. Heru bergerak maju, kembali menyedoti susu Ninis, sambil tangannya mengocok vagina Ninis. Teman-teman Heru hanya bisa menonton aksi Heru sambil merokok dan berpesta bir merayakan kemenangan mereka.
“Seandainya aku duluan kenal Ninis dibanding Seifer”, bisik Heru. “Ninis lebih cantik dari Mila…”, puji Heru dengan menjelekkan pacarnya sendiri. Lalu ia kembali menyedoti susu Ninis kiri kanan, lalu menyupangnya agar ada tanda merah di sekitar susu Ninis yang putih bersih itu. Puas menyedoti susu Ninis, Heru kembali menciumi bibir Ninis yang menarik.
Ninis sudah tidak tahan, permainan jari yang Heru lakukan membuatnya merasa bergairah, vagina Ninis mulai mengalirkan air-air yang membasahi jari Heru. Heru pun mulai bangkit, ia membuka lebar paha Ninis dan mengarahkan penisnya ke vagina Ninis. “Saatnya bersenang-senang”, kata Heru dan menjebloskan penisnya ke dalam vagina Ninis. “Ah”, desah Ninis karena penis besar Heru berhasil menancap di vaginanya. Heru pun mulai menggenjoti Ninis dengan perlahan, seperti pasangan suami istri, Ninis dan Heru bermain cinta di malam itu.
“Beruntung sekali ya seifer bisa jadi pacar kamu”, kata Heru. Lalu ia memandnag ke arah kawan-kawannya, ternyata rencananya berjalan dengan mulus, sebelum-sebelumnya ia sudah memikirkan matang-matang, bahwa Ninis harus bisa melayaninya terus menerus.
Teman-temannya yang sedari tadi menonton bukan hanya duduk diam sambil merokok, ternyata mereka juga mengambil video, ada yang menggunakan handycam, dan ada yang menggunakan handphone. Itu akan menjadi bahan untuk memeras Ninis di lain hari. Heru tidak akan puas kalau hanya memiliki Ninis selama seminggu, ia sudah berencana mengancam Ninis dengan video yang teman-temannya rekam untuk kemudian hari.
Ninis tidak sadar, matanya hanya meram melek menikmati irama genjotan Heru. “Ah…”, desah Ninis sesekali merasakan tusukan penis Heru yang mendalam. Heru menciumi bibirnya agar Ninis tidak mendesah terlalu kuat. Teman-temannya pun berharap Heru cepat-cepat menyudahinya agar mereka bisa mendapat giliran segera.
Tubuh mungil Ninis masih tidak berdaya merasakan nikmat genjotan penis Heru. Ia membiarkan tubuhnya dibelai-belai Heru, bibirnya menjadi bahan ciuman Heru dan susunya menjadi target tangannya memeras. Walau terpaksa, tapi Ninis merasakan sedikit kenikmatan di sana. Heru menyetubuhi Ninis dengan sangat romantis, dengan perlahan seperti memperlakukan pacar sendiri.
Beberapa saat kemudian Heru mulai merasakan klimaks, penisnya mengejang kuat, ia akan berejakulasi. Ninis coba mendorong tubuh Heru, “Jangan semprot dalam mas”, Ninis menolaknya, namun Heru mempercepat gerakannya sambil memeluk erat tubuh Ninis, hingga ia berhasil berejakulasi. Heru berhasil membiarkan spermanya mengalir di dalam vagina Ninis. Dalam hatinya bergumam, “Biar Seifer membesarkan anak yang belum tentu miliknya”, sepertinya ia berniat membiarkan Ninis hamil bukan dari Seifer.
Ninis menagis karena ia tahu sperma Heru mengalir di dalam vaginanya, dan mungkin saat itu adalah tanggal-tanggal masa suburnya. Ninis ketakutan, namun Heru tersenyum gembira, ia berdiri lalu meninggalkan Ninis. Heru menyamperi teman-temannya sambil berkata, “Silahkan”, ia mempersilahkan teman-temannya untuk menikmati Ninis. Ninis kaget ketika melihat ke arah sana, teman-teman Heru mengambil video dengan handycam dan handphone. “tolong jangan direkam”, kata Ninis sambil menangis, ia semakin ketakutan, beberapa pria sudah berjalan mendekatinya, kali ini ia tahu tidak akan diperkosa bergiliran, namun akan secara bersamaan.
“Hehehe, ayo Ninis, main sama abang ya…”, kata teman Heru yang tadinya dipanggil Boneng. Ia tersenyum dengan gigi tongosnya terlihat mengerikan. Ninis tidak bisa berbuat apa-apa, ia meronta-ronta dengan sia-sia, teman Heru yang lain sedang mendekapnya. Sedangkan Heru sendiri menyaksikan adegan itu sambil merokok. Puas menggagahi Ninis, Heru membantu teman-temannya mengambil video sambil merokok.
“Coba kau kenal aku lebih dulu…”, kata Boneng, “Aku tipe cowok setia, gak seperti Seifer… Hahahaha”, lanjut Boneng dengan tertawa terbahak-bahak. Lalu ia pun menindih Ninis dan langsung melumat bibir manis Ninis. “Ampun mas… Ninis mohon lepaskan Ninis”, permintaan mohon Ninis tidak digubris sama sekali. Boneng terus saja melumat bagian wajah Ninis, mencium kening, pipi dan bibirnya terus menerus tanpa menghiraukan tangisan Ninis.
“Seifer pengecut pasti sudah cari cewek baru Nis…”, ejek Heru yang masih duduk sambil merekam. “Gue dah kenal dia cukup lama, gaya nya saja yang sok jago, tapi sifat pengecutnya ga bisa ditutupi…”, lanjut Heru. Asap rokok mereka sudah cukup pekat di ruangan. Ninis bagaikan dalam neraka. “Tolong, orang tua Ninis nanti curiga Ninis belum pulang”, Ninis memohon sambil menangis.
“Entar kita antar pulang Nis, tenang saja…”, jawab Boneng yang sudah menghentikan ciumannya, kini ia mengarahkan wajahnya ke dada Ninis. “Susu mu nampaknya segar Nis…”, katanya lalu meremas dan melumat payudara Ninis yang baru saja masuk tahap pertumbuhan. “Ah, geli mas”, teriak Ninis ketika Boneng memainkan puting Ninis dengan lidahnya.
Teman-teman yang lain ada yang merokok, ada yang mengambil video, ada yang menangkap tangan dan kaki Ninis, dan ada yang sambil mengocok-ngocok penisnya sambil melihat adegan Boneng memperkosa Ninis.
“Pelerku sudah tak tahan Nis, aku masukin ya…”, Boneng meminta ijin untuk menggagahi Ninis. “Jangan mas… Ninis sakit…”, mohon Ninis. Namun Boneng tidak memperdulikannya, ia langsung menusukkan penisnya ke vagina Ninis, penisnya cukup besar dan bisa merobek kemaluan Ninis. “Sakiiitttt masss…”, Ninis merintih kesakitan. Air mata terus bercucuran, ini penis kedua yang menjebol vaginanya di malam ini.
Sungguh malang nasibnya, sejak mengenal Seifer dia tidak pernah merasakan kedamaian. Bahkan di geng motor Seifer, Ninis hanya dimanfaatkan sebagai pemuas nafsu, dalam semalam dia pernah dipaksa melayani hampir sepuluh orang. Paras cantiknya membawanya ke dalam bencana, setiap cowok yang masuk dalam geng Seifer berhak meniduri Ninis setelah diijinkan sang ketua, Seifer.
“Nikmatnya tubuhmu Nis…”, kata Boneng sambil menggenjot Ninis dengab cepat. “Jangan lama-lama, nanti kita harus balikin Ninis ke rumahnya…”, kata Heru. Mendengar itu, Boneng pun semakin mempercepat gerakannya. Ninis terus menangis karena genjotan Boneng sangat kasar membuat vaginanya terasa sakit. “Kita masih punya waktu di lain hari…”, lanjut Heru.
Setelah berhasil menyemprotkan spermanya ke dalam vagina Ninis, Bonengpun mempersilahkan teman-temannya yang lain untuk melakukan hal serupa. Ninis berantakan, rambutnya acak-acakan, badannya penuh bau keringat dan sperma para anggota geng motor Heru. Malam itu Ninis diperkosa, semua anggota geng mendapatkan gilirannya, hingga Heru merasa cukup dan membawa Ninis untuk mandi.
Ninis dibonceng Boneng hingga depan gang, Ninis dibiarkan berjalan pulang ke rumahnya dari depan gang. Ninis gemetaran, ia cukup takut menghadapi orang tuanya, karena larut malam ia bingung menggunakan alasan apa. Apalagi Heru sudah mengancam untuk memintanya kembali lagi di esok hari.
Ninis yang malang pun mengendap-ngendap masuk rumah, untung membawa kunci, sehingga Ninis bisa masuk dan segera beristirahat. Namun penderitaannya tak bakal berakhir. Ninis sadar besok hari, neraka masih menunggunya.
“Ma, Ninis berangkat ya”, Ninis pamit ke sekolah sambil mengambil sepotong roti, ia tergesa-gesa lari keluar rumah. Ia sudah berencana menemui Seifer, ia berharap Seifer bisa menjelaskan semuanya. Ninis tidak ke sekolah, ia bolos hari ini, ia berlarian ke arah lain, menuju markas Seifer tempat mereka ngumpul-ngumpul dan mengutik motor. Ninis berharap Seifer bisa menjauhkannya dari Heru. Derita Ninis sudah sangat besar, entah berapa penis sudah pernah masuk di vaginanya.
Ninis tergopoh-gopoh, ia menarik nafas dalam-dalam ketika sampai di markas besar geng motor Seifer. Ninis sedikit bingung, tumben-tumbennya keadaan mabes sangat sepi, tidak nampak seorang pun di sana. Ninis mengetuk pintu dan tak ada respon sama sekali, Ninis mencoba mengintip ke jendela, syukurlah masih banyak motor bongkaran di dalam sana, artinya Seifer tidak melarikan diri.
Ninis mengambil hp nya dan coba menelpon Seifer, namun tidak diangkat sama sekali, sudah 3x namun sama tidak ada jawaban.
Tiba-tiba terdengar suara bising motor mendekati mabes, Ninis berharap itu adalah Seifer. Namun Ninis kaget setelah melihat yang datang bukannya Seifer melainkan Boneng. “Ngapain lu Nis di sini?”, tanya Boneng. “Ga”, jawab Ninis kemudian berusaha meninggalkan mabes. “Lu nyari si pecundang?”, tanya Boneng. “Lu mau minta bantuan?”, tanya Boneng lagi. Ninis hanya diam dan berjalan menjauhi Boneng. BRMMM, suara motor digas kuat, Boneng sepertinya marah karena Ninis tidak menjawab.
“Lu pikir gue main-main?”, ancam Boneng membuat Ninis semakin takut dan menghentikan langkahnya. “Gue punya video lu”, ancam Boneng yang membuat Ninis tidak bisa berbuat apa-apa. “Ayo masuk, gue ceritain tentang Seifer”, kata Boneng sambil mematikan motornya lalu ia turun dan membuka pintu mabes. Ninis heran kenapa Boneng mempunyai kunci rumah milik Seifer, namun ia tidak punya pilihan, ia pun mengikuti perintah Boneng dan masuk ke dalam markas besar itu.
“Tempat ini sudah jadi milik Heru”, kata Boneng setelah mempersilahkan Ninis masuk. Ninis kaget sekali mendengar ceritanya Boneng, Ninis melihat sekitarnya, semua tidak berubah, kenapa hanya dalam semalam saja sudah bisa berpindah tangan. “Seifer banyak hutang, balapannya tidak pernah menang, uangnya sudah habis untuk taruhan”, kata Boneng. “Jangankan uang, pacar saja dia tega pertaruhkan, hahaha”, lanjut Boneng kemudian menggiring Ninis ke kamar, tempat biasa Seifer dan kawan-kawannya meniduri Ninis.
Ninis tampak tidak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa mengikuti kemauannya saja. “Hutang Seifer sudah dilunasi Heru, sebagai gantinya Heru take over tempat ini, nanti jadi markas ke dua kita, dan aku yang dipercayakan Heru untuk mengelolanya”, cerita Boneng sambil menutup pintu kamar. Boneng akan kembali memperkosa Ninis pagi ini.
Sambil membuka pakaian, Boneng berkata, “Gue doyan cosplay anak smp”, katanya melihat tubuh Ninis yang mengenakan seragam sekolahnya. “Kecil-kecil dah jadi perek lu Nis”, ejek Boneng yang menelanjangi dirinya sendiri. Ia lalu mendekati Ninis, “Bolos sekolah demi ngentot ya?”, Tanya Boneng lalu mendekap Ninis dengan kuat. Ninis tidak bisa melawan, ia sadar ia telah di kandang harimau. “Yuk layani aku dulu sebelum ketahuan yang lain”, kata Boneng karena mau mendahului menggagahi Ninis di hari ini.
Boneng mulai mendorong jatuh Ninis ke kasur, ia menindihnya lalu menciuminya, “Harum banget lu Nis”, kata Boneng yang terus menciumi wajah Ninis. Ia mulai menyingkapi rok SMP Ninis, tak mau menanggalkannya, Boneng lebih senang menikmati Ninis yang masih berseragam sekolah itu. “Nis, jadi pacar abang mau ga?”, tanya Boneng dengan berbisik di telinga Ninis.
Namun Ninis enggan menjawab, Ninis hanya ketakutan, setelah ditinggal Seifer, Ninis jatuh di tangan Heru dan kawan-kawan. “Ga perlu jawab, gak apa-apa kalau Ninis belum bisa terima, lagian abang bisa nikmati Ninis tiap hari seperti ini saja sudah senang kok…, ejek Boneng lalu menarik turun celana dalam Ninis yang masih di dalam roknya. Rok Ninis terbuka, celana dalam pun sudah tertarik lepas, Boneng dengan leluasa meraba vagina Ninis.
Satu tangannya meraba vagina, dan satu tangannya lagi membuka kancing seragam Ninis. Anak remaja manis itu tidak berkutik sama sekali, matanya berlinang air mata, ia akan diperkosa dengan mengenakan seragam sekolah. “Susu Ninis nampak segar deh…”, kata Boneng melihat di balik seragam yang terbuka ada susu yang berbalut bra putih yang tidak begitu besar, tanda Ninis baru beranjak dewasa. Digesernya bra Ninis ke atas sehingga nampaklah susu Ninis yang begitu segar baginya, namun dengan puting yang tidak merah muda lagi, putingnya sudah menghitam, mungkin akibat sering dikerjai Seifer dan kawan-kawan, dan kini oleh Heru dan kawan-kawannya.
“Nis, abang nyusu dulu yah…”, ijin Boneng lalu melumat susu Ninis tanpa perlawanan. Ninis merasa geli, putingnya dimainkan dengan lidah Boneng, diputar-putar dan dijilat-jilat naik turun, sesekali disedotnya hingga Ninis merasa kegelian dan mendesah. Apalagi ditambah dengan permainan jari Boneng di vagina Ninis, tak tahan menahan geli ketika klitorisnya dibelai jari Boneng, Ninis kadang-kadang tersentak ingin berontak, namun tubuh mungilnya ditindih Boneng sehingga tak berguna.
Kiri kanan susu Ninis terus dikenyot oleh Boneng tanpa henti, Ninis seakan makin terhina karena harus melayani nafsu bejat Boneng sambil mengenakan seragam sekolah. “Nis, peler abang dah ngaceng kuat nih, abang kentot ya Nis?”, tanya Boneng setelah puas mengenyot susu Ninis. “Hiks… hiks… hiks…”, isak tangis Ninis semakin membuat Boneng bersemangat.
Rok Ninis terbuka lebar, Boneng dengan mudah melihat vaginanya ketika pahanya direnggangkan. Boneng pun langsung menancapkan penisnya ke vagina Ninis. “Arggghhh….”, Ninis tersentak karena kesakitan mendapatkan penis besar Boneng yang dengan kasar dipaksa masuk ke vaginanya. “Sakiiittttt….”, Ninis merintih kesakitan.
Ninis masih belum pulih, perkosaan semalam secara bergiliran telah membuat vaginanya memar, mungkin ada cedera seperti koyak di dinding vaginanya. Ninis tidak bisa menghentikan air matanya, kesakitan yang ia terima sangat perih di vagina. “Hiks…”, tangisnya sambil membiarkan tubuhnya bergoyang akibat genjotan Boneng. Dengan sangat kuat Boneng terus menusukkan penisnya, tubuh Ninis bergoyang kencang oleh sodokannya. Sambil menggigit jarinya Ninis menahan rasa sakit itu.
Boneng memaju mundurkan bokongnya, sambil sesekali ia mengenyot susu Ninis.
Susana markas itu sepi sekali, sehingga Boneng dengan leluasa memperkosa Ninis di sana. Tidak ada satu pun orang berlalu lalang, hanya sebatang pohon beringin besar di depan mabes tempat bisa kawanan Seifer berteduh sambil mengutak-ngatik motor.
Boneng terus menggenjot tubh mungin Ninis. Bibir mungil nan sensual itu pun diciumi Boneng. Ninis merasa dirinya jijik sekali, seharus hari itu ia pergi ke sekolah tanpa harus mencari Seifer.
“Yuk, ganti posisi”, perinta Boneng ketika ia mencabut penisnya dari kemaluan Ninis. Ia kemudian membalikkan tubuh Ninis dan mengangkat bokongnya naik. Ninis hanya bisa mengikuti perinta Boneng. Lalu Boneng pun kembali menusukkan penisnya ke vagina Ninis, kini dengan posisi dogie style. Ninis menggigit bibir bawahnya karena menahan sakit di kemaluannya. Boneng tidak memperdulikan tangisan Ninis, ia terus menggenjot tanpa ampun.
“Enak ga Nis?”, tanya Boneng sambil menggenjotnya, Ninis hanya diam menahan sakit. Dari arah bawah, Boneng pun terus meremas susu Ninis. Sesekali Boneng menampari pantat Ninis hingga memerah. Bagaikan naik kuda, Boneng sesekali memandang kanan kiri, merasakan nikmatnya, Boneng pun memutar-mutar tangannya di atas layaknya seorang cowboy.
Boneng mempercepat gerakannya, sepertinya sebentar lagi boneng akan menyemprotkan spermanya. Ninis terus menangis, ia bingung harus bagaimana lagi. Selama ini Ninis dipaksa meminum Coca Cola yang dicampur dengan nanas untuk menggugurkan kandungannya. Kali ini Ninis tambah menderita, dia takut ia kembali hamil, ia takut rahimnya akan rusak apabila terlalu sering meminum cairan penggugur kandungan itu. Ia tidak habis pikir, setelah menjadi bulan-bulanan geng Seifer, ia akan jatuh di tangan kawanan Heru.
“Arghhhh”, desah nikmat Boneng lalu menindih tubuh Nini. “Enak…”, kata Boneng setelah berhasil berejakulasi, Boneng pun merasakan lemas. Ninis tertindih tanpa bisa melawan, ia biarkan Boneng melepas lelah di atasnya.
Degub kencang jantung Ninis setelah beberapa menit membiarkan boneng menindihnya, karena beberapa suara terdengar dari arah luar. Ninis sangat kaget, ia tidak tahu siapa gerangan di luar sana, sedangkan Boneng masih asyik tertidur pulas dengan menindih Ninis. Ninis semakin ketakutan, ia berusaha tidak bersuara agar tidak ada yang curiga, semoga tidak ada yang masuk ke ruangan itu. Ninis memejamkan mata, semoga cepat berlalu, ia takut ada kelanjutan dari pemerkosaan Boneng dan kawan-kawannya.
“Bagus ya, kita sibuk-sibuk ngurusin motor buat pertandingan entar malem, eh elu nya malah asyik-asyikkan berdua di sini.. “, kata Heru ketika membuka pintu kamar. Heru terlihat marah mendapatkan Boneng sedang tidur bersama Ninis. Boneng terbangun dan kaget, ia gelagapan mencari alasan, “Soo… Sorryyy…. Sorry bos…”, katanya terbata-bata. Sedangkan Ninis duduk tersudut sambil membetulkan seragamnya, ia kaget sekali dengan keberadaan Heru di sini.
“Wah, ada pengkhianat…”, kata seorang pria lagi yang berdiri di belakang Heru. “Tu… Tunggu… Gue bi… bisa jelasin”, kata Boneng. “Ckckck, gue percayakan elu, malah lu langkahi gue…”, kata Heru sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “Ta… tadi… gue mau bawa nih perek ke elu bos… tapi gue ketiduran”, alasan Boneng. “Tempat ini biar Lontong yang kelola, lu mulai hari ini cuma kancrut!”, bentak Heru sambil melototi Boneng.
“Ta… tapi bos…”, Boneng coba membela diri. “Bawa dia keluar tong”, perintah Heru menyuruh pria yang berdiri di belakangnya untuk membawa Boneng keluar dari kamar. Beberapa pria menemani Lontong masuk dan menyeret Boneng, “Maafkan gue bos”, kata Boneng berpapasan dengan Heru di depan pintu. “Kerjakan tuh motor di depan, kalau nanti malam mengecewakan, elu siap-siap keluar dari geng!”, ancam Heru.
Heru pun kemudian menutup pintu setelah teman-temannya membawa keluar Boneng. Ninis terduduk diam di sudut ruangan, pakaian seragamnya sudah rapi, namun ia ketakutan melihat Heru yang tersenyum-senyum menghampirinya. “Ckckck, bukannya ke sekolah, lu malah enak-enakan ngentot di sini”, ejek Heru. “Ninis diperkosa…”, Ninis menangis kemudian bangkit dan mengambil tasnya, ia ingin segera keluar dari tempat ini. Namun Heru mendorongnya jatuh kembali ke kasur. “Lu itu milik gue! Bisa-bisa nya lu ngeseks dengan yang lain tanpa ijin gue!!”, bentak Heru. Ninis ketakutan, ia semakin menangis karena dimarahi Heru. “Tolong mas… Ninis mau pulang…”, Ninis memohon. Bokep Jepang
“Hahaha, masih pagi Nis, lu bolos sekolah, lalu pulang pagi, entar nyokap lu curiga”, kata Heru. “Sini temani gue sampe jam pulang sekolah”, kata Heru sambil membuka bajunya. Ninis ketakutan, “Tolong mas, Ninis sudah tak sanggup”, ia memohon pada Heru karena ia sudah terlalu capek untuk melayaninya lagi.
Baru semalam Ninis diperkosa oleh geng Heru, dan tadi pagi kembali diperkosah oleg Boneng, kini Heru meminta jatah lagi, Ninis merasa penderitaannya terlalu berat. Ia menangis terus memohon, namun Heru tidak memperdulikannya, Heru terus membuka pakaiannya hingga bugil sehingga nampaklah penis Heru yang telah ngaceng itu. “Hiks… Jangan sekarang mas… Ninis capek…”, kata Ninis.
Heru tidak memperdulikannya, ia lalu mendekati Ninis dan memintanya menyepong penisnya, “Memek lu pasti basah karena sperma Boneng, jijik gue masukin”, kata Heru. “Hiks… hiks…”, Ninis merasa terhina, begitu berat beban yang harus dipikulnya. Heru memang bos di sana, ia ingin meniduri Ninis lebih dahulu, ia memang sedikit jijik harus menikmati Ninis setelah giliran yang lain, makanya seperti tadi malam, Heru membagikan Ninis setelah dia menjadi pertama menggagahinya. “Tenang saja, cukup sepong ampe keluar, entar selesai deh”, kata Heru menyentuhkan penisnya ke wajah Ninis.
Ninis pun dengan sangat terpaksa memasukkan penis Heru ke mulut. Ia kemudian dengan perlahan mulai menyedotinya. Heru tersenyum senang, nikmat terasa baginya ketika penisnya disepong gadis yangvmasih mengenakan seragam SMP. “Bagus Nis, terus…”, kata Heru sambil menjambak rambut Ninis.
Di luar sana, teman-teman Heru sedang memaksa Boneng untuk memperbaiki motor, mereka tertawa-tawa melihat Boneng mendapatkan hukuman itu. “Makanya, jangan serakah, dapat perek ga bagi-bagi, hahahaha”, mereka pun tertawa terbahak-bahak. Suara mereka keras sampai terdengar Heru. Heru tersenyum-senyum, dalam hatinya berkata, “Sabar kawan, kalian akan menikmati acara seperti semalam”.
Beberapa teman malah tidak memperhatikan pekerjaan Boneng, mereka ada yang mengintip dari ventilasi, jendela, bahkan lubang pintu. Belum puas memperkosa Ninis semalam, mereka pun berharap Heru memberikan kesempatan kepada mereka lagi untuk memperkosa Ninis.
Ninis terus menyepong penis Heru, disedotnya dan dijilatinya dengan seksama seperti pekerja seks yang sudah profesional, dia berharap Heru akan melepaskannya setelah berejakulasi. Heru merasakan nikmat, sambil merem, ia menjambak rambut Ninis. Buah jakarnya pun dibelai-belai Ninis. Hidung Ninis sesekali mengenai jembut Heru ketika Heru memaksa memasukkan penisnya lebih dalam lagi.
“Oh yess”, desah Heru menikmatinya, lidah Ninis bermain membuat geli terasa. Mereka tidak sadar sedang diintip teman-temannya, bahkan yang mengintip dari ventilasi berhasil mengambil video dari sana. Seperti adegan pasangan mesum murid SMP, Ninis menyepong seperti tanoa paksaan, sekarang ia menikamtinya, hanya berfokus untuk segera menyelesaikannya.
“Bagus Nis…”, kata Heru, “Lebih cepat lagi ayo!”, perintahnya sambil memaju mundurkan bokong. Heru sebentar lagi akan berejakulasi. “Ah… Yes…”, desahnya. “Hoek”, Ninis merasa mual, ia terbelalak ketika sperma Heru membanjiri mulutnya. Bau amis dari sperma Heru yang bercampur dengan bau pesing dari penisnya membuat Ninis ingin muntah.
Namun Heru mencengkram kuat kepala Ninis dan menusukkan penisnya lebih dalam, Ayo, telan semua!, perintah Heru. Ninis pun dengan sangat terpaksa menelan semua sperma yang memenuhi mulutnya itu. Dengan rasa mual yang ditahan-tahan, Ninis menangis. Heru pun kemudian menarik penisnya dan meminta Ninis menjilatinya dengan bersih, Bagus, bersihkan otong gue sampai tidak tersisa sperma. Ninis menjilatinya hingga ke buah jakar agar bersih dan Heru tidak memaksanya lagi.
Bagus Nis, lu memang perek cilik yang profesional, puji Heru kemudian mengenakan pakaiannya kembali. Ninis merasa lega karena Heru sudah puas. Ninis kembali membetulkan bajunya dan rambutnya yang sedikit acak-acakan. Melihat Heru berjalan ke arah pintu, Ninis pun segera mengambil tasnya, ia muak dengan semua ini, ia harus pergi dari markas itu.
Namun apa yang ia pikirkan ternyata salah, Heru di depan pintu berkata, Silahkan bagi yang mau pakai, mendengar kata itu Ninis kaget, ia menghentikan langkahnya, kakinya gemetaran dan kehilangan tenaga. Teman-teman Heru yang tadinya mengutak-ngatik motor sambil mengintip kini berdiri di depan pintu sambil tersenyum sumbringah. Ninis kembali meneteskan air matanya, tas nya terjatuh, ia tidak bergerak sama sekali seperti mati rasa.
“Hahaha”, ketawa para teman Heru, “Tidak sangka kita akan menikmatinya di jam sekolahnya”, mereka tertawa terbahak-bahak melihat Ninis tidak berkutik di dalam ruangan. Para lelaki itu pun kemudian melepaskan semua pakaian mereka, pakaian yang cukup kotor karena oli dan debu. Tubuh mereka juga sedikit belepotan dan bau oli. Ninis hanya bisa menangis, sakit yang dia rasakan di bagian vagina kini akan bertambah. Ninis gemetaran dan semakin mundur hingga ke sudut ruangan.
“Tolong… Ninis sudah tidak sanggup”, Ninis memohon dengan bercucuran air mata. Namun para pria itu tidak mendengarnya, mereka hanya tersenyum sambil menjulurkan lidah mereka. Ada sekitar delapan pria di sana, mereka sudah bugil, penis mereka mengaceng dengan kencang. Sambil memainkan penis mereka mendekati Ninis yang tersudut.
Di luar sana Heru sedang memarahi Boneng, ia meminta Boneng memperbaiki kesalahannya. Sebuah sepeda motor Suzuki Satria FU sedang diotak-atik Boneng, “Kalau nanti malam kalah, lu saya usir”, ancam Heru karena tersinggung Boneng telah meniduri Ninis terlebih dahulu.
Boneng pun dengan sangat terpaksa bekerja sendiri menyelesaikan tugas yang Heru bebankan, dalam hatinya ia menyesali perbuatannya. Lagian, pikirnya kalau dia tidak mendahuluinya, malamnya pun Heru pasti menyuruh Ninis kembali lagi dan mereka akan berpesta bersama-sama lagi. Boneng kini mempertaruhkan posisinya sekarang, kalau ia gagal, maka dia akan dipecat dari anggota geng.
“KYAAAA!”, teriakan di dalam ruangan. Ninis di sana sedang disiksa. Ia sudah tidak mengenakan seragamnya lagi. Tubuhnya bugil, dan pakaian dan tasnya berserakan di lantai, ia ditangkap beberapa pria, memegangi tangan dan kakinya hingga Ninis tak mampu bergerak. Ninis coba berontak, namun tidak bisa, ia malah menjadi bulan-bulanan anggota geng motor itu. Tubuh Ninis di dorong sana sini seperti bola. Pria-pria itu meremas dadanya, kemudian mendorongnya kepada pria lain, ada juga yang menciumi bibirnya, ada pula yang langsung membelai vaginanya.
Ninis terus menangis, badannya lelah karena didorong sana sini. Hingga permainan mereka usai, Ninis dirobohkan ke lantai, ke delapan pria itu langsung hom pim pa, mengundi siapa yang akan memperkosanya terlebih dahulu. “Hom pim pa alaiugambreng”, tiga pria dengan telapak terbuka menang, kemudian tiga pria itu mengundi lagi, dan dimenangkan 1 pria. “Asyik, gue duluan”, kata pria itu langsung mendekati Ninis. Sedangkan sisa tujuh pria lainnya kembali hom pim pa lagi untuk mengambil nomer antrian.
Pria yang mendapat giliran pertama langsung menindih tubuh Ninis. Tubuh mungilnya tak berkutik, pria itu mulai menjilati wajah cantiknya Ninis, hingga ke leher dan dadanya. “Kamu cantik Nis”, katanya sambil menjilati bibirnya Ninis. Tangannya pun mulai meremas buah dada Ninis, “Hiks hiks hiks”, Ninis menangis, susunya terasa sakit karena remasan pria itu. Sudah banyak tangan yang pernah meremas susu Ninis, mungkin terasa bengkak yang menyakitkan Ninis. Pria itu kemudian mulai menciumi susunya, sebelahnya tetap ia remas dengan kuat, seperti ingin memecahkan sebuah balon. “Sa…kiiiitttt……”, Ninis merintih kesakitan.
“Woi, jangan lama-lama!”, tiba-tiba terdengar suara Heru, ia berdiri di depan pintu sambil memandangi mereka. “Entar salah satu kalian antar dia pulang, seperti biasa, jam pulang sekolah!”, perintah Heru meminta anggotanya mengantar Ninis pulang ketika jam pulang sekolah tiba. “Oh ya, pastikan juga dia akan kembali ke sini malam harinya”, pesan Heru lalu menjauh dari pintu, “Selamat bersenang-senang”.
Para pria itu kemudian bersemangat untuk memanfaatkan waktu yang ada. Pria pertama tidak mau berlama-lama lagi, ia tahu akan mengecewakan temannya kalau ia berlama-lama. Ia langsung saja mengarahkan penisnya ke vagina Ninis. “Siapa yang dapat giliran ke dua? Tuh mulutnya nganggur”, kata pria yang mendapat giliran pertama memberi kesempatan untuk kawannya yang lain. Pria yang mendapat giliran kedua itu pun maju, ia ikut menindih Ninis, namun dengan berjongkok di depan pria pertama. Pria pertama menggenjot vagina Ninis, sedangkan yang kedua berjongkok di wajah Ninis sambil menyodokkan penisnya ke mulut Ninis.
“Bro, gue dapat giliran ke tiga nih, boleh ga gue manfaatin tangan mungilnya yang nganggur tuh?”, tanya satu pria yang sedari tadi melihat adegan temannya memperkosa Ninis. Mereka semua sudah konak dan tidak mampu menunggu giliran. “Aduh, gue ga suka kalau terlalu rame”, kata pria pertama. Enam pria yang menunggu giliran terpaksa menunggu dan hanya bisa melihat sambil memainkan penis mereka sendiri.
Beberapa saat kemudian pria pertama telah selesai menyemprotkan spermanya di dalam liang vagina Ninis. “Ah, nikmat”, rintihnya sambil mencabut penisnya dari vagina Ninis. Pria kedua segera menarik penisnya dari mulut Ninis, ia kemudian mengambil alih posisi pria pertama yang berdiri dan meninggalkan Ninis. “Giliran gue nyemprot lu Nis”, katanya. Ninis hanya menangis, ia tidak mampu menahan kesakitan yang semakin bertambah.
Pria itu menarik tubuh Ninis, ia memelukanya dan merebahkan Ninis hingga menindihnya. Posisi Ninis kini berada di atas pria kedua. Pria itu menggenjot Ninis dengan posisi di bawahnya. “Tuh ada satu lubang lagi, siapa tadi yang sudah tak tahan?”, tanya pria itu.
“Gue bro… Gue!! Gue giliran ketiga”, jawab salah satu pria kegirangan dan segera menuju ke arah Ninis. “Asyik, dapat pantat…”, katanya sambil menjulurkan lidahnya seperti anjing yang kelaparan. Ninis semakin menangis kencang. “Jangan mas… Ninis tak mampu mas…”, ia merintih terus, namun pria itu tidak menghiraukannya. Pria ketiga itu langsung saja menusukkan penisnya ke dalam lubang anus Ninis.
Beberapa menit mereka menggenjoti Ninis, sesuai urutan mereka bergiliran menyetubuhinya, bahkan berkali-kali, dari urutan ke delapan hingga kembali lagi mulai dari urutan yang pertama. Semua lubang dimanfaatkan dengan sebaik mungkin, dari mulut Ninis, vagina, hingga lubang anusnya menjadi sasaran pria-pria itu.
Ninis terkapar, tenaganya hilang, ia bahkan tak mampu berdiri. Heru masuk ke ruangan lalu mengelap tubuh Ninis yang penuh dengan air sperma dan air liur anggota gengnya dengan seragam Ninis. “Suruh Boneng anterin gih!”, perintah Heru setelah selesai melap tubuh Ninis. Boneng masuk ke ruangan dan membantu Ninis kembali berdiri. Ia memakaikan seragam Ninis kembali, Ninis mencoba menahan tangisannya, ia akan segera pulang, ia tidak mau dicurigai oleh orang tuanya. “Loh, celana dalamnya mana?”, tanya Boneng karena tidak menemukannya. “Sudah, biarkan dia pulang tanpa CD, sementara gue tahan dulu”, kata Heru myang memegangi celana dalam Ninis.
“Entar malam ke sini lagi”, kata Heru kemudian menyuruh Boneng memulangkan Ninis. Boneng merapikan semuanya, ia menyisir rambut Ninis yang acak-acakan, dan juga mengenakan kembali tas sekolahnya. Ninis sudah rapi dengan seragam sekolahnya, namun sedikit bau air liur dan sperma, dengan terpaksa Ninis pulang bersama Boneng tanpa mengenakan celana dalam.
Sepanjang jalan ia menahan roknya agar tidak terbuka karena tiupan angin, apalagi ia duduk menyamping, ia takut terlihat oleh pengguna jalan lainnya. Sepanjang jalan ia gemetaran, ketakutan, dan jantungnya berdegub kencang. Boneng melaju dengan motor modifan tanpa plat motor, ia tidak mau berlama-lama, ia ingin mengembalikan Ninis dan segera pulang kembali memperbaiki motor yang ditugaskan Heru kepadanya.
‘TIT TIT TIIIT’, suara klakson terus berbunyi. Boneng kaget dan menoleh ke samping, ternyata dia sedang dipepet seorang polisi berkendara Yamaha Mio. Polisi tersebut melambaikan tangan agar Boneng memperlambat lajunya. Ninis ketakutan, ia masih menahan roknya agar tidak tersingkap angin.
Boneng memandang remeh polisi berbadan gempal itu, Boneng memainkan gas mengartikan dia mengejek polisi tersebut. Polisi tersebut masih memepetnya sambil klakson dan melambaikan tangan. ‘Brm… Brrmmm… Brrrmmmmmmmm…’, Boneng melaju kencang meninggalkan polisi itu.
Ninis kaget karena sentakan gas motor Boneng, Ninis dengan cepat meraih pinggang Boneng dan memeluknya. Sekitar 110km/jam, Boneng melaju kencang meninggalkan polisi tersebut. Ninis tidak bisa menahan roknya lagi, ia takut terjatuh, ia peluk erat Boneng, namun roknya melambai-lambai diterpa angin sehingga nampak paha putih mulusnya.
“Oh, tidak!”, gumam Boneng di dalam hati, ia menarik gas lebih kencang lagu karena nampak di belakang seorang polisi ikut mengejarnya. Polisi dengan motor moge berkapasitas 1000cc itu dapat mengimbangi laju Boneng. “Sial!!!”, Boneng ketakutan karena ia sadar tidak mampu berkejar dengan motor gede putih milik polisi itu. Motor tanpa plat milik Boneng ini memang sangat mencolok, selain warna stabilonya yang warna-warni, namun suara knalpot racingnya pun bikin bising, apalagi dibawakan Boneng dengan ugal-ugalan dan tanpa helm.
Boneng pun kemudian memperlambat laju motornya, ia memilih mengalah daripada harus berurusan lebih panjang dengan polisi tersebut. Polisi itu menghadang depan, memarkirkan motor besarnya di depan motor Boneng, ia turun dari motor dan mendekati Boneng. Badannya tegak, wajahnya sangar dengan kulit yang hitam. Boneng dan Ninis pun segera turun dari motor, berusaha mencari alasan dan jalan damai agar mereka dibebaskan.
“Selamat siang”, sapa polisi itu sambil menunjukkan hormat dengan tangan di kening. “Tolong tunjukkan STNK dan SIM!”, minta sang polisi. Boneng gelagapan, ia tidak membawa sama sekali surat-suratnya. “Ke… Ketinggalan… Pak”, jawabnya. Ninis berdiri agak jauh, masih menahan-nahan roknya, ia juga menutupi seragamnya yang sedikit basah karena air sperma.
“Ikut saya ke kantor polisi!!”, perintah polisi itu. “Tapi pak…”, jawab Boneng, “Damai Pak, biar saya telp kawan saya”, kata Boneng mengeluarkan HP nya. Boneng berencana menelpon Heru untuk meminta bantuan. Namun belum sempat ia bernego dengan sang polisi, tiba-tiba datang polisi gemuk yang berkendara Yamaha Mio tadi, ternyata sedari tadi dia tidak menyerah mengejar Boneng.
Sambil ngos-ngosan dia memberi hormat pada polisi satunya lagi. “Nyerah juga lu ya!”, kata polisi gemuk itu kepada Boneng. “Ikut kami ke kantor!”, perintah polisi gemuk itu. “Tunggu”, kata polisi yang berkulit hitam itu lalu berbincang-bincang dengan polisi gemuk. Mereka bernego sebentar sambil melihat ke arah Boneng dan Ninis. Akhirnya polisi berbadan tegak itu juga meminta Boneng dan Ninis ikut ke kantor polisi, dia tidak menginginkan kata damai itu lagi.
“Kamu ikut saya, kamu ikut polisi itu!”, perintah polisi berkulit hitam itu ke arah Boneng dan Ninis. Motor Boneng dibiarkan di tepi jalan, Boneng dibonceng polisi berbadan tegak dan Ninis dibonceng polisi yang berbadan gemuk. Mereka pun barengan menyusuri jalan menuju kantor polisi.
Akhirnya sepuluh menit kemudian mereka sampai ke sebuah kantor polisi yang terpencil di pinggir kota. Boneng sedikit bingung karena dibawa cukup jauh. Mereka pun masuk, dan sangat diherankan, kantor polisi itu sepi tanpa satu orang pun, seperti kantor polisi yang sudah tidak aktif lagi. “Ayo masuk!!”, perintah polisi hitam itu mendorong Boneng masuk ke dalam sel. Ninis pun dimasukkan ke dalam sel, namun srl yang berbeda dengan Boneng. Polisi yang berbadan gemuk itu memandangi tubuh Ninis dari bawah hingga ke atas, kelihatan sekali ia menyukai Ninis.
Sel Ninis berada bersebrangan dengan sel Boneng. “Masih kecil, tapi sudah melanggar aturan”, singgung polisi gemuk itu memandangi Ninis sambil menelan ludah. Sedangkan polisi yang hitam memarahi Boneng, “Sudah jago ya ngebut-ngebutan di jalan?!”. “Kalian seharusnya jangan ugal-ugalan sampai melebihi batas kecepatan yang ada.” Lanjut polisi itu. Bokep Korea
Lalu polisi gemuk yang memandangi Ninis pun melanjutkan, “Tapi kita bener-benar kagum, soalnya dari semua yang kami tangkap baru kali ini kita dapat anak gadis nakal yang cantik seperti kamu.” Polisi yang berbadan tegap dan berkulit hitam pun menimpali, “Benar sekali, baru kali ini lihat gadis nakal berseragam SMP”. Boneng bingung dengan perkataan kedua polisi itu. Namun Ninis sangat ketakutan ketika polisi tegap itu pun mulai berbalik dan memandangnya bersama polisi gemuk itu.
Mereka lalu membuka sel Ninis dan masuk ke dalam. “Sekarang denger gadis manis, kalau kamu berkelakuan baik, kita akan lepasin kamu dan pacar kamu itu. Mengerti!” Ninis kebingungan, pikirnya Boneng bukanlah pacarnya, kedua polisi itu sudah salah paham.
“Tapi pak”, kata Ninis ketakutan melihat kedua polisi itu masuk. “Kenapa?”, tanya polisi yang berbadan tegap. “Dia pikir kita gak tahu kali ya?”, sambung polisi berbadan gemuk. Boneng memandangi Ninis dari sel di seberang sana. “Gue lihat lu ga pakai celana dalam”, kata polisi yang gemuk itu sambil tersenyum kegirangan mendekati Ninis.
Polisi gemuk itu langsung memegangi kedua tangan Ninis sementara polisi hitam langsung mendekat dan menarik naik rok biru yang dikenakan Ninis ke atas. “Tuh kan benar, hahahahaha”, ke dua polisi itu tertawa terbahak-bahak melihat selangkangan Ninis yang tidak mengenakan celana dalam. “Jangan pak…”, Ninis memohon karena takut diapa-apakan. “Hmmm, bau sperma…”, kata polisi gemuk yang menangkap tangan Ninis. “Kecil-kecil sudah jadi perek, ckckckck”, singgung polisi berkulit hitam. Ninis kemudian menangis. Kedua polisi itu pun mulai membuka pakaian Ninis.
Dalam sekejap seluruh pakaian Ninis berhasil dilucuti tanpa perlawanan berarti dari Ninis yang terus dipegangi oleh polisi gemuk. “Wow, lihat dadanya”, kata polisi gemuk itu. Ninis terus meronta-ronta tanpa hasil, sementara polisi gemuk yang tampaknya sudah bosan dengan perlawanan Ninis, melemparkan tubuh Ninis hingga jatuh terlentang ke atas ranjang besi yang ada di sel Ninis. Dan dengan cepat diambilnya borgol dan diborgolnya tangan Ninis ke rangka di atas kepala Ninis.
Kemudian mereka dengan leluasa menggerayangi tubuh Ninis. Mereka meremas-remas dan menarik buah dada Ninis, kemudian memilin-milin puting susunya sehingga sekarang buah dada Ninis mengeras dan puting susunya mengacung ke atas. Kadang mereka mengigit puting susu Ninis, sedangkan Ninis hanya bisa meronta dan menjerit tak berdaya.
Boneng hanya bisa berdiri di dalam sel di seberang Ninis tak berdaya untuk menolong Ninis yang sedang dikerubuti oleh dua orang itu. Kedua polisi itu lalu melepaskan pakaian mereka dan terlihat jelas kedua batang kemaluan mereka sudah keras dan tegang dan siap untuk memperkosa Ninis.
Ninis menjerit-jerit minta agar mereka berhenti, tapi kedua polisi itu tetap mendekatinya. “Lebih baik kamu tutup mulut kamu atau kita berdua bisa bikin ini lebih menyakitkan daripada yang kamu kira.” kata polisi berbadan tegak berkulit hitam itu. Wajah polisi itu sangat garang, Ninis ketakutan memandangi wajahnya. “Sekarang mendingan kamu siap-siap buat muasin kita dengan badan kamu yang bagus itu!”, kata polisi gemuk yang sudah bugil itu. Penisnya nampak mengeras, namun sedikit pendek dibandingkan milik polisi yang berkulit hitam itu.
“Dia pasti sempit sekali”, kata polisi gemuk sambil memasukan jari-jarinya ke lubang kemaluan Ninis. “Anak smp loh”, sambungnya mengejek Ninis. Ia menggerakkan jarinya keluar masuk, membuat Ninis menggelinjang kesakitan dan berusaha melepaskan diri.
“Hahaha, sedikit longgar rupanya”, kata polisi gemuk itu terlihat sedikit kecewa. “Hahahaha, wajar lah, namanya juga perek, bayangin sudah berapa penis yang masuk ke situ, hahaha”, balas polisi berbadan tegap.
Kemudian polisi gemuk tadi naik ke atas ranjang di antara kedua kaki Ninis. Kemudian mereka membuka kaki Ninis lebar-lebar dan polisi itu memasukkan penisnya ke dalam lubang vagina Ninis. Ninis mengeluarkan jeritan yang keras sekali, ketika perlahan penis polisi gemuk itu membuka bibir kemaluan, dan masuk senti demi senti tanpa berhenti. Kadang ia menarik sedikit batang kemaluannya untuk kemudian didorongnya lebih dalam lagi ke lubang kemaluan Ninis.
Polisi gemuk mulai naik dan mendekati wajah Ninis, mengelus-elus wajah Ninis dengan penisnya. Mulai dari dahi, pipi kemudian turun ke bibir. Ninis menggeleng-gelengkan kepalanya agar tidak bersentuhan dengan penis yang sedikit bau pesing itu.
“Ayo dong manis, buka mulut kamu”, kata Polisi gemuk itu sambil meletakkan penisnya di bibir Ninis.
“Kamu belum pernah ngerasain punya polisi kan?”, tanya polisi itu dengan nada mengejek membuat Ninis tak bergeming.
“Buka!” bentak polisi itu.
“Buka mulut kamu, brengsek!” Teriaknya semakin kuat dengan wajah yang emosi. Ninis pun dengan perlahan membuka mulutnya sedikit, dan polisi itu langsung memasukkan batang kemaluannya ke dalam mulut Ninis.
Mulut Ninis terbuka hingga sekitar 6 (enam) senti agar semua penis sang polisi bisa masuk ke dalam mulutnya. Penis sang polisi gemuk mulai bergerak keluar masuk di mulut Ninis. Namun batang kemaluannya itu terlalu panjang dan besar untuk bisa masuk seluruhnya dalam mulut Ninis. Boneng tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya bisa menahan konaknya melihat Ninis tak berdaya dipaksa menyepong penis polisi itu.
Beberapa saat kemudian, polisi gendut itu menarik batang kemaluannya dan terlihat ada cairan yang keluar dari batang kemaluannya. “Julurin lidah kamu!”, perintah polisi itu. Ninis membuka mulutnya dan mengeluarkan lidahnya. Polisi gendut itu kemudian memegang batang kemaluannya dan mengusapkan kepala batang kemaluannya ke lidah Ninis, membuat cairan kental yang keluar tadi menempel ke lidah Ninis.
“Wah, segitu saja susah masuk, apalagi kalau punya saya ya?”, ejek polisi hitam. “Coba saja dulu pak, baru tahu”, balas polisi gemuk. Mereka kemudian bertukar tempat, polisi gemuk itu sekarang ada di antara kaki Ninis dan polisi hitam berjongkok di dekat wajah Ninis. Polisi gemuk mulai mendorong batang kemaluannya masuk ke liang vagina Ninis. Terlihat sedikit mudah bagi polisi gemuk yang besar itu membuka bibir kemaluan Ninis dengan penisnya. Polisi hitam mengacungkan penisnya ke mulut Ninis.
“Nih saya ajarkan cara menyepong yang benar”, olok polisi hitam itu. Lalu dengan kasar ia mendorong batang kemaluannya masuk ke mulut Ninis, sampai akhirnya batang kemaluan itu masuk seluruhnya hingga sekarang testis polisi itu berada di wajah Ninis. Ia kemudian menarik batang kemaluannya sebentar untuk kemudian didorongnya kembali masuk ke tenggorokan Ninis. Setelah lima kali, keluar masuk, polisi itu sudah tidak bisa lagi menahan orgasmenya.
“Saya keluuarrhh. Aaahhh!”, desahnya kenikmatan, tanpa mau menarik batang kemaluannya keluar dari Ninis sehingga sperma nya tersemprot penuh di kerongkongan Ninis. Ninis berusaha menjerit, ketika sperma polisi itumengalir masuk ke perutnya. Terlihat sekali polisi yang sedang mencapai puncak kenikmatan tidak menyadari Ninis meronta-ronta berusaha mencari udara. Boneng menikmati tontonan itu, ia melihat Ninis disiksa sambil meremas-remas penisnya yang sedang ngaceng di balik celana.
“Iyya… yaah! Telleeen semuaa! Aaahhh… aahhh… nikhmaattt!”, rintih polisi itu semakin menekan habis penisnya agar Ninis menelan semua sperma yang ia semprotkan. Ketika selesai ia menarik keluar penisnya dan Ninis langsung megap-megap menghirup udara, dan terbatuk-batuk mengeluarkan sperma yang lengket dan berwarna putih. Ninis berusaha meludahkan sperma yang masih tersisa di mulutnya. Polisi tadi tertawa melihat Ninis terbatuk-batuk, “Kenapa? Nggak suka rasanya? Tenang aja, lama kelamaan kamu pasti sudah terbiasa sama itu!”
Sementara polisi gendut yang masih mengerjai kemaluan Ninis sekarang malah memegang pinggul Ninis dan membalik tubuh Ninis. Ninis dengan tubuh berkeringat dan sperma yang menempel di wajahnya tersadar apa yang akan dilakukan polisi itu pada dirinya, ketika dirasanya penis polisi itu mulai menempel di lubang anusnya.
“Jangan Pak, jangan! Ampun Pak, ampun, jangan…”, Ninis memohon.
“Aaahkk! Jangaaan!”, teriakan Ninis merasakan sakit. Ninis menjerit-jerit ketika kepala penis polisi tersebut berhasil memaksa masuk ke liang anusnya. Wajah Ninis pucat merasakan sakit yang amat sangat ketika penis polisi itu mendorong masuk ke liang anusnya yang kecil. Polisi itu mendengus-dengus berusaha memasukkan penisnya ke dalam anus Ninis. Perlahan, senti demi senti batang kemaluan itu tenggelam masuk ke anus Ninis.
Ninis terus menjerit-jerit minta ampun ketika perlahan penis polisi itu masuk seluruhnya ke anusnya. Akhirnya ketika seluruh batang kemaluan polisi gemuk itu masuk, Ninis hanya bisa merintih dan mengerang kesakitan merasakan benda besar yang sekarang masuk ke dalam anusnya.
Boneng semakin menikmati tontonan itu, apalagi mendengar jeritan-jeritan suara Ninis yang tak berdaya. Perlakuan kasar kedua polisi itu malah memicu adrenalin Boneng untuk mengocok penisnya. Boneng memberanikan diri membuka resletingnya, ia tahu kedua polisi tersebut tak akan menyadarinya, Boneng mengeluarkan penisnya dan coba beronani di dalam sel. Boneng melanjutkan tontonan itu secara langsung.
Polisi gemuk itu beristirahat sejenak, sebelum mulai bergerak keluar masuk. Kembali Ninis menjerit-jerit. Polisi itu terus bergerak tanpa belas kasihan. Batang kemaluannya bergerak keluar masuk dengan cepat, membuat testisnya menampar-nampar pantat Ninis. Polisi itu tidak peduli mendengar Ninis berteriak kesakitan dan menjerit minta ampun ketika sodomi itu berlangsung.
Boneng melihat berulang kali batang kemaluan polisi itu keluar masuk anus Ninis tanpa henti. Akhirnya polisi tersebut mencapai orgasme ia menarik batang kemaluannya dan sperma menyemprot keluar menyembur ke punggung Ninis, kemudian menyembur ke pantat Ninis dan mengalir turun ke pahanya, dan terakhir polisi itu kembali memasukkan batang kemaluannya ke anus Ninis lagi dan menyemprotkan sisa-sisa spermanya ke dalam anus Ninis.
Baca Juga : Perawan Ku Diambil Adiku Sendiri Saat Aku Tidur
Polisi gemuk kemudian melepaskan pegangannya dari pinggul Ninis dan berdua dengan polisi hitam itu mereka keluar dari sel dan menguncinya. “Pantat paling hebat yang pernah ada. Dia perek termuda yang pernah saya kentot”, kata pria gemuk itu. Menyadari mereka keluar dari sel, Boneng cepat-cepat memasukkan penisnya lagi. “Sial, gue belum sempat keluar nih”, gumam Boneng dalam hati karena belum berorgasme dari kegiatan onaninya.
Sekitar tiga puluh menit kemudian, tampak Ninis masih kelelahan dan menangis merintih. Kedua polisi itu kembali lagi dengan langkah sempoyongan sambil membawa botol bir di tangan masuk kembali ke dalam sel Ninis. Mereka menendang tubuh Ninis agar terbangun dan mereka mulai memperkosanya lagi. Sekarang polisi yang berbadan tegak dan berkulit hitam itu menyodomi Ninis sementara polisi yang berbadan gemuk berbaring di bawah Ninis dan memasukkan batang kemaluannya ke dalam kemaluan Ninis.
Boneng menyaksikan itu, ia kembali mengeluarkan penisnya, mengocok sambil menikmati tontonan perkosaan itu. “Harus cepat keluarkan sebelum mereka sadar”, gumam Boneng karena tadi tidak sempat menyemprotkan spermanya. Dengan tangan kiri memegang jeruji sel, Boneng berdiri tepat di depan, sambil mengocok penisnya dengan tangan kanan. Sedangkan dua polisi itu tampak tidak sadar dengan kelakuan Boneng, karena mereka sedang asyik menggauli Ninis.
Beberapa saat kemudian mereka pub berganti posisi. Mereka juga menyiksa Ninis dengan memasukkan botol bir ke dalam liang vagina dan anusnya sementara batang kemaluan mereka dimasukkan ke mulut Ninis. Mereka terus berganti posisi dan Ninis terus menerus menjerit dan menjerit hingga akhirnya ia kelelahan dan tak sadarkan diri. Melihat itu polisi-polisi tersebut hanya tertawa terbahak-bahak meninggalkan tubuh Ninis yang memar-memar dan belepotan sperma dan bir.
Boneng akhirnya berejakulasi di tangannya. Namun ia tidak tahu kalau kedua polisi itu mencurigai perbuatannya. Kedua polisi itu mendekati sel Boneng, “Hei, lu kayaknya menikmati kalau pacar lu diperkosa ya?”, tanya polisi yang gendut. Boneng diam karena salah tingkah, tadi ia gelagapan memasukkan penisnya kembali ke dalam celananya. “Oi, liat tangannya”, ejek polisi yang berkulit hitam.
“Hahahaha”, mereka tertawa terbahak-bahak karena mendapatkan sperma menempel di tangan Boneng. “Rupanya tadi dia beronani”, ejek polisi gendut. “Kasih nikmat sebentar lah”, sambungnya kembali membuka sel Boneng dan menarik Boneng masuk ke sel Ninis.
“Lu perkosa pacar lu sekarang juga!!!”, perintah polisi gendut itu. Lalu mereka mengunci Boneng dan Ninis di dalam sel. Kedua polisi itu kembali duduk di luar sel sambil berpesta miras lagi. Boneng sudah tidak begitu tertarik karena sudah berejakulasi, namun karena takut dengan kedua polisi itu, Boneng terpaksa meniduri Ninis yang tidak sadarkan diri itu.
“Hahaha, gimana rasanya indehoi di dalam sel?”, ejek kedua polisi tersebut. Mereka berpesta miras sambil melihat aksi Boneng menggagahi Ninis yang tak sadarkan diri. Boneng menciumi Ninis, walaupun sedikit bau sperma, namun Ninis masih nampak menggairahkan.
Boneng terus menggenjot hingga beberapa saat ia kembali berejakulasi. Kedua polisi tampak teler karena minuman kerasnya. Boneng coba mendekati pintu sel dan menjulurkan tangannya untuk meraih kunci yang tergeletak tak jauh dari polisi yang teler. “Dapat…”, dengan segera Boneng membuka sel nya.
Boneng cepat-cepat mengenakan pakaiannya, ia mencoba untuk kabur dari sana, tapi tidak mungkin ia meninggalkan Ninis sendirian di sini. Apalagi Boneng takut dengan Heru yang akan memecatnya. Boneng coba membangunkan Ninis, namun Ninis tidak sadarkan diri. Dengan terpaksa Boneng mengambil resiko dengan membiarkan Ninis di sana.
Boneng mengendarai motornya pulang, namun sepanjang jalan ia merasa bersalah telah meninggalkan Ninis di sana. Boneng menepikan kendaraannta dan coba menelpon kantor polisi yang lain, ia meminta bantuan kepada polisi lain untuk menyelamatkan Ninis. Nonton Bokep
Boneng kembali ke markas dan menceritakan kejadian itu kepada Heru. Boneng pun seketika itu dipecat, Heru marag karena Boneng gagal menjaga Ninis. Kini mereka harus kehilangan ‘mainan’ mereka. Merasa bersalah, Boneng mencari informasi lebih lanjut lagi mengenai Ninis.
Dan akhirnya Boneng bisa bernafas lega, Ninis diketemukan oleh polisi. Kedua polisi yang menangkap mereka adalah polisi gadungan, mereka adalah residivis yang telah lama dicari-cari. Pakaian dan motor mereka adalah hasil curian. Dan kantor polisi itu palsu, hanya rumah kontrakan yang dalamnya dimodifikasi kedua residivis gila itu menjadi semacam sel tahanan.
Boneng meninggalkan geng motor dengan lapang dada, ia lebih terima Ninis baik-baik saja. Seminggu penuh mengintai rumah Ninis, Boneng tahu Ninis sedang trauma berat, ia butuh istirahat memulihkan keadaan. Boneng berharap Ninis bisa kembali hidup normal, seperti dirinya yang sudah meninggalkan dunia track motor itu.
Suatu saat Boneng berharap bisa bertemu Ninis, berhadapan dengannya dan meminta maaf atas segala yang telah terjadi. Sedikit rasa cinta telah tumbuh di hati Boneng menyeliputi rasa bersalahnya. Ia hanya bisa memastikan Ninis bisa kembali ke kehidupan normalnya.
No comments:
Post a Comment