Aku tinggal di lingkungan kota yg adat penghuninya cukup ber-etika, moral dan budaya. Tak mudah aku berlaku seenakku sendiri dan sembarangan, apalagi untuk hal-hal yg berbau seronok ataupun mesum. Sebab bagi mereka hal macam itu sangat terasa tabu dan amoral.
Dan jikalau sampai terjadi pasti aku akan terbuang dari lingkungan itu selamanya. Baik dari lingkungan tetangga se-RT bahkan bisa se-RW, juga di dalam lingkungan rumahku sendiri yg isinya komplet, ada istri, ada anak, ada ipar yg masih kuliah disamping ada yg paling sering mebuat kesal, mertua wanitaku.
Oleh sebab itu aku memutuskankan , jauhilah kelakuan laku mesumku. Kalau toh terpaksa, ambil saja sarung, duduk melipat kaki di beranda dengan berkerudung dari bahu hingga mata kakimu. Ingat berkerudung macam itu kan biasa bagi orang desa asalmu. Dan orang-orang di sekitarmu semua tahu asal-usulmu.
Kemudian tangan kanan pegang koran ataupun majalah sambil tangan kirimu mengelus-elus, memijat-pijat ataupun mengocok-ocok kemaluanmu sendiri. Jangan lupa pakai kacamata rabunmu agar kamu bisa menikmati Hamidah lebih tajam di pagi ataupun sore hari saat dia menyapu halaman rumahnya. Kembangkan daya khayalmu, tetapi waspadalah jangan sampai ada orang, mungkin mertua wanitamu yg mengesalkan itu, yg juga diam-diam memperhatilan kelakuanmu itu, karena keheranan kenapa Mas Karyo koq selalu kerudung sarung setiap pagi dan sore. Ha, ha, ha..
Begitulah yg bisa kulakukan untuk memuaskan hasrat sexku. Mungkin telah berhari-hari ataupun berminggu-minggu berlalu. Aku menjadi semakin kreatif karena hampir setiap hari aku mengembangkan daya khayal dan semakin banyak ilmu karena koran ataupun bacaan apa saja tak pernah kulewatkan setiap pagi dan sore.
Tidak jarang berita, iklan ataupun rubrik yg sama kubaca hingga 4 ataupun 5 kali. Tetapi lama kelamaan aku merasa bosan, Begitu-begitu saja setiap hari. Tak ada lagi kejutan ataupun sensasi yg bisa mendongkrak hasrat sexku untuk meraih kwalitas kenikmatan gairah yg lebih tinggi lagi.
Aku ingat pada saat aku menemukan ide kerudung sarung dulu, aku bisa meraih orgasmeku hingga kemaluanku mau menumpahkan spermanya bergalon- galon rasanya. Waktu itu sarungku selalu basah dan lengket sesudahnya. Dan oleh sebab itu aku harus sering menjatuhkan sarungku ke lantai basah saat mandi untuk bisa beralasan mengucek-ucek dengan detergen saat menghilangkan cairan kentalku itu.
Tetapi kan tidak mungkin setiap kali sarungku jatuh. Apa kata mertuaku nanti. Aku perlu melakukan inovasi untuk menghadirkan kembali sensasi seksual dalam hal ber-onani sambil mengkhayal menggeluti Hamidah dengan segala perabot tubuhnya yg demikian sensual dan membuat aku semakin mabok setengah hidup itu. Ternyata setiap bentuk inovasi itu selalu ada kandungan penyimpangannya. Ya, inovasi berarti menyimpang. Menyimpang dari rutinitas, menyimpang dari kebiasaan, menyimpang dari adat, etika dan moral dan harus juga berani nyerempet-rempet bahaya. Artinya yg tadinya mutlak tabu, dengan inovasi itu aku bisa tawar menawar dengan tabu itu.
Kalau tadinya sama sekali jangan, sekarang sedikit boleh. Tentu saja dengan catatan-catatan agar yg tadinya tak legal menjadi legal. Pokoknya disiasatilah. Dan akhirnya sesudah aku mengerahkan segala dayaku datanglah disain inovasi itu. Ini benar-benar akan menjadi terobosan kelakuan lakuku dalam mengejar hasrat sex.
Baca Juga : Perawan Ku Diambil Adiku Sendiri Saat Aku Tidur
Baca Juga : 7 Fakta dan cerita unik tentang Bercinta
Aku akan tetap berkaca mata rabun dengan tangan kanan membawa koran, tetap duduk di beranda sambil melipat kaki dengan sarung yg dikerudungkan hingga ke bahu. Dan tangan kiriku tetap mengelusi, memijat-pijat dan mengocoki kemaluanku. Inovasiku yg sekarang terletak pada sarungku itu.
Aku akan menciptakan lorong sarung, begitulah sebutannya yg paling tepat. Lorong sarung itu akan tercipta apabila aku sedikit melonggarkan ikatan sarungku yg semula menutup mata kaki kini kuangkat naik hingga dekat ke lututku. Ataupun kalau kurang berhasil aku akan melonggarkan selonggar-longgarnya ikatan sarung lebih tinggi lagi, hingga selangkanganku akan luas terbuka.
Aku ingin dari tempat biasa menyapu si Hamidah bisa memandang lorong sarungku hingga melihat kemaluanku. Aku akan terus bergaya membaca koran, seakan-akan aku tidak melihat bahwa dia sedang menyapu sambil setiap kali mengamati kemaluanku dalam lorong sarung itu. Aku akan dengan mudah mengintip kelakuannya dari celah lembaran koranku. Aku akan menikmati bagaimana serba salahnya si Hamidah yg gairah menyala menjadi gelisah saat menyaksikan kemaluanku ini. Tentu saja secara hati-hati setiap kali aku akan, entah memperdengarkan tarikan kursiku, ataupun bersiul pelan ataupun apalah nanti untuk menarik perhatian agar Hamidah mau menengok ke tempat aku duduk ini.
Sore itu, sekitar jam 4, seperti biasa Hamidah keluar dari rumahnya lengkap dengan slang air, sapu lidi dan pengkinya. Hari ini rupanya dia juga menyirami tanaman, kulihat dia mulai dengan mengatur-atur tanaman hiasnya, membersihkan dedaunan yg tua sebelum menyemprotkan air yg dia ambil melalui slang dari kran air yg terpasang di depan rumahnya. Aku langsung pasang aksi. Membetulkan dudukku, berkerudung dari bahu hingga ke lututku, kemudian kuambil koran dari meja. Aku bergaya membaca, sementara mataku mencari di mana si Hamidah.
Ahayyy…, itu dia. Si Hamidah masih asyik merapikan tanaman hiasnya. Woo, pasti dia akan melihat kemaluanku dari balik dedaunan tanamannya. Aku menarik meja hingga mengeluarkan suara derit kakinya yg beradu dengan lantai. Yesss …, aku berhasil. Hamidah mengarahkan matanya ke aku. Pasti dia melihatku walaupun tadi kulihat baru sepintas. Dan benar, setelah beberapa saat kutunggu Hamidah bergeser ke dedaunan yg lebih rimbun dengan wajahnya yg menghadap ke arahku. Aku terus pura-pura membaca dan tanganku mulai mengelus-elus jagoku yg berada di lorong sarungku ini.
Ya, benar, dia menyaksikan semua ulahku. kemaluanku kontan ngaceng bingit. Inilah inovasi yg bisa memberikan sensasi hasrat sex padaku. Kini aku gemetar merinding. Aku merasakan betapa nikmatnya memperlihatkan ulah jorokku pada si Hamidah ini. Aku yakin pada saat yg sama jantung Hamidah berdegup kencang, dan naluri gairahnya terusik.
Dari balik dedaunan mungkin sekali dia kegatalan lantas merabai puting susunya. Kalau si Hamidah begitu lama berada di balik dedaunan itu aku semakin yakin bahwa dia benar-benar sedang terperangkap keasyikan hasrat sexnya. Kulihat dia bergeser ke kanan ataupun kekiri untuk menampakkan bahwa dia sedang bekerja. Tetapi sama sekali dia tak melepaskan arah pandangannya ke aku. Duh nikmatnya elusan tanganku.
Jari-jariku semakin memilin ataupun meijit-pijit batang maupun kepala kemaluanku. Aku setengah merem melek keenakkan. Darah gairahku mulai loncat ke-ubun- ubun. Khayalanku terbang ke awang-awang kemudian turun di halaman depan rumah untuk menyambangi Hamidah yg sedang menyapu. Dia diam saja saat dengan khayalku memperosotkan celana dalamnya dan aku menciumi pantatnya.
Dia membungkuk untuk memberikan kesempatan padaku meraih jilatan pada lubang pantatnya. Kocokkan
tanganku semakin cepat. Aku juga menjilati selangkangan dan kemaluan Hamidah. Kurasai aroma pesing kencingnya dari bibir-bibir kemaluannya. Kutusukkan lidahku untuk menari-nari di lubang kemaluannya.
Kuelus dan kupijit panjang kemaluanku. Spemaku akan muncrat nichhh..
Aku melototkan mataku ke arah Hamidah untuk menghayati sedalam- dalamnya khayalanku. Ahh.. Nikmat bingit. Dan.. Minaahh.. Minaahh.. Minaahh.. KarHamidahh.. Ahh.., akhirnya crot.. crot.. crot.. Kali ini tidak membasahi sarungku. Spermaku langsung loncat tak tertahan membasahi bumi pertiwi. Jatuh melengkung ke tanah sesudah melewati kakiku, teras kecil dan pot kecil di rumahku. Aku menarik nafas panjang. Ploonng.. Legaa..
Aku melihat Hamidah salah kelakuan. Sejak tadi dia belum beranjak dari rimbunan dedaunan tanaman hiasnya. Biar dia tak gelisah, aku berdiri meninggalkan bangkuku. Aku masuk ke rumah. Aku mengambil kopi panasku yg telah disediakan istriku. Dengan kue dan kopi di tangan aku kembali ke beranda. Kini acaranya tidak lagi memasang kerudung sarung. Hanya ngopi sambil baca dan sesekali menyaksikan si Hamidah yg pasti sedang penasaran.
Aku akan buat dia tetap penasaran hingga besok sore saat dia kembali nyapu dan menyiram tanaman. Aku perhatikan kini dia menyapu tanpa konsentrasi, sebentar-sebentar menengok ataupun melirik ke arah aku duduk.
Hi.. Hi.. Benar, khan. Kali ini aku ngintip dari jendela. Ah, kasihan si Hamidah. Kulihat dia mondar mandir sebelum waktunya untuk nyapu, sepertinya dia men-cek tempat aku biasa duduk. Kali ini ‘bargenning position’ ada di tanganku. Aku akan keluar agak lambat dari waktu biasanya. Aku akan keluar nanti saat dia menyapu hampir selesai. Sementara biar aku ngintip dulu dari jendelaku. Betapa Hamidah ini memang sangat sensual.
Dalam pakaian macam apapun. Juga dalam setiap geraknya, entah jongkok, berdiri, saat menyapu, saat membetulkan ikatan rambutnya sehingga ketiaknya nampak terbuka, entah sedang membungku untuk mengambil sapu. ooohhhh, sungguh mempesona. Aku tak tahan lagi. kemaluanku kembali tegang mengeras. Achh, sebaiknya aku mulai duduk saja ke beranda.
Dengan sarungku aku naik ke bangku beranda rumahku. Kuangkat melipat kakiku ke bangku dengan tepian sarungku berhenti pada lutut sehingga terbitlah lorong sarungku. Pahaku nampak terbuka dan mata Hamidah pasti akan langsung menatap kemaluan di tangan-tanganku yg sibuk mengelusi ataupun memijat-mijat dan kemudian akan mengocok-ocoknya saat nafsu gairahku semakin meninggi dan memuncak.
Duh, KarHamidahhhhh.., kenapa kamu yg secantik ini hanya menyapu halaman rumahmu? Bukankan lebih baik kalau kamu duduk di pangkuanku? Bukankah aku bisa memberikan kesenangan padamu dengan membelai payu daramu yg indah itu? Dengan menciumi bokongmu yg sangat sensual itu? Dengan
menjilati ketiakmu yg.. Pasti sangat harum itu? Acchhh, Minaahh.., Karminaahh.. Sini kamu. Biar kulepasi celana dalammu. Biar kukecup dan jilati pahamu. Biar kuciumi kemaluanm. Kemaluan indahmu. Biar kuceboki dengan lidahku saat engkau usai melepas air kencingmu. Sini, Hamidah.. Mas-mu ini sangat rindu kamu..
Mataku melototi Hamidah yg menjadi salah kelakuan. Kadang jongkok, kadang berdiri, kadang bergeser ke rerimbuanan dedaunan tanaman hiasnya. Daann.., ah, itu kan Bu Ani isteri Pak Durma tetangga sebelah kanan rumah Hamidah. Dia juga menyapu halaman rumahnya. Ternyata Bu Ani juga sangat cantik
ketika sedang menyapu. Dan lhoo.., ituu.. Dik Karsih, adik ipar Pak Ferdi, tetangga sebelah kiri rumah Hamidah. Dia juga menyapu halamannya. Duhh.. Bodinya montok bingit. Uuhhhhh.. kemaluanku menjadi sangat gatal. Aku sebaiknya memijat-pijat lebih keras dan mengocok lebih cepat.. Kini aku mulai menciumi Ani yg isteri Pak Durma. Aku ingat betapa ketiaknya penuh bulu. Ketiak wanita seusia
Bu Ani yg 28 tahun itu pasti sangat harum baunya.Dan ketika kocokkan kemaluanku semakin cepat ciuman dan jilatanku berpindah ke Dik Karsih yg sangat montok itu. Kujelajahi susu dan pentil- pentilnya. Aku merambah perutnya dan cepat turun ke kemaluannya. Duhhh.. ‘gembul’-nya rambut kemaluan Dik Karsih. Aku cepat benamkan wajahku ke rimba indah itu. Kuhirup udara penuh aroma hasrat sex di dalamnya.
Lho, lhoo, lhooo.. Kenapa para wanita kanan kiri rumah Hamidah kini pada keluar menyapu bersama? Itu ada Bu Denis, ada jeng Tutik, Bu Hartati, bu.. Dik.. Jeng.. Mbakyuu.. Siapa lagi ituu.. Dan kocokkanku kini mendekati puncaknya. Spermaku rasanya telah merambati batang kemaluanku dan aahh.. ampuunn.. Aku tak mampu menahannya lagi..Spermaku kembali muncrat meloncat tak tertahan membasahi bumi pertiwi. Seperti kemarin, jatuh melengkung ke tanah sesudah melewati kakiku, teras kecil dan pot kecil di rumahku. Kali ini cairan kental bening keputihan yg keluar kemaluanku ini rasanya tak habis-habisnya.
Berkali-kali semprotan kemaluanku meloncati kakiku hingga aku jatuh terseok ke bangkuku. Dan dari balik mataku yg masih setengah merem melek menanggung kenihkmatan gairahku kulihat sama-samar Hamidah, jeng Tutik, Bu Hartati, Dik Karsih, Bu Denis, Bu Ani. Mereka pada berhenti menyapu halaman rumahnya. Mereka menahan air liurnya sambil menapatap ke arah sarungku.
Duhh.. Aku jadi tersadar.Rupanya mereka ramai-ramai menonton ulahku. Mereka telah ber-konspirasi untuk menonton kelakuan mesum-ku. Dan samar-samar kudengar mereka tertawa cekikikan saat dengan rasa malu yg amat sangat aku berlari kecil masuk ke rumah.
Sejak itu aku sering dengar, saat ibu-ibu pada nge-gosip dan kebetulan aku lewat di depannya, ada saja bisik-bisik,
“Ssstt.. Itu Mas ‘Karyo sarung’ lewat..”. Kemudian terdengar ketawa mereka yg cekikikan. Aku jadi obyek kelakar mereka. Aku benar-benar telah kehilangan ‘pamor’ di wilayahku.
No comments:
Post a Comment